top of page
Search

Pendulum : "Rebahan" Pada Saat yang Tepat

Updated: Dec 19, 2019

Ditulis oleh : Nugi Wibawa Putra dan Muhammad Affan Asyraf


Titik Bertemu Pendulum


Datang pertama kali ke acara Biennale kami sebenarnya memiliki kebingungan akan karya seni disana. Namun satu pengecualian datang dari karya kelompok seni Pendulum yang berjudul “Rebahan”. Perihal tersebut membuat kesan pertama pertemuan kami bertemu dengan mereka sudah diwarnai oleh rasa hormat dan kagum. Pertama kali dipertemukan dengan Pendulum adalah ketika kami datang ke acara diskusi yang diselenggarakan oleh yayasan Biennale di Jogja National Museum. Acara tersebut mendatangkan dua pembicara yaitu Beny Widyo yang mewakilkan Pendulum dengan karya “Rebahan” dan Dian Suci Rahmawati sebagai pencipta karya seni yang berjudul Apakah Tubuh: Sebuah Ladang di Dalam Rumah.


Berorientasi pada pekerjaan yang masuk dalam ranah pinggiran, diskusi tersebut kami akui sangatlah bermakna dan memunculkan ruang bagi kami untuk merefleksikan semua hal tersebut menjadi sebuah pengalaman yang berharga. Pembahasan menarik dan beragam disajikan oleh kedua pembicara. Beny membawa wacana diskusi ke ranah pinggiran yang dipinggirkan oleh kapitalisme sedangkan Dian membahas ranah pinggiran dalam konteks gender yang terpinggirkan oleh patriarki namun sebenarnya juga kapitalisme.


Setelah acara diskusi resmi diselesaikan, mungkin dikehendaki takdir, mungkin juga kami niatkan, kami berkesempatan bertemu dengan Mas Beny untuk berbincang-bincang mengenai dunia seni. Awal niat kami hendak mencari pengetahuan tentang karya-karya seni dan bagaimana menafsirkan instalasi di Jogja National Museum. Namun kami malah menemukan dunia yang tidak kalah menarik dengan ranah seni yaitu “Pendulum”.


Pendulum Secara Lebih Dalam


Pendulum adalah sebuah kelompok seni terdiri dari 7 orang anggota yang sedang menempuh pendidikan magister di Universitas Gadjah Mada. Kajian Media dan Budaya adalah program pendidikan yang mempertemukan mereka sehingga membentuk pendulum. Pendulum mula-mula berangkat sebagai ruang belajar bersama dari berbagai latar belakang & disiplin ilmu yang berbeda-beda. Kelompok ini dibuat untuk mengakomodasi, secara sengaja mereka intensikan, untuk tidak mendapatkan tempat menyuarakan gagasan-gagasannya di kelas.


Identitas Pendulum sebenarnya juga tidak sengaja muncul ketika mereka sedang santai dan minum kopi bersama, tiba-tiba salah satu dari mereka, memberikan informasi terkait pameran Biennale dan memunculkan wacana bagi mereka untuk membuat suatu karya seni kolektif. Mereka bekerja sama membuat karya yang akan mereka persembahkan pada saat pameran Biennale kelima di Jogja yang akhirnya dinamakan “Rebahan”. “Rebahan” merupakan momen paling berkesan kolektif mereka, karena peristiwa yang tidak terduga dan kompetisi yang ketat. Rasa pesimis sempat muncul karena dari enam belas seniman, hanya lima yang dipilih untuk karyanya diangkat ke Biennale. Dari lima tersebut diantaranya tiga individu dan dua kelompok yang dimana salah satunya merupakan Pendulum.


Di Pendulum setiap anggota rupanya memilki peran dan tugas yang dilihat dari kemampuan masing-masing.Mereka sangat bersyukur dipertemukan karena memiliki kelompok dengan ranah yang beragam, diantaranya Benny Widyo yang mengurus bagian artistik, lalu Rony K. Pratama yang bertugas sebagai publikasi di penulisan maupun website, Nugrahanto yang dasarnya ilmu politik dan suka sekali memantik hadirnya diskusi saat Pendulum berkumpul, kemudian ada juga yang mengurusi keuangan yang bisa disebut bendahara di kolektif ini bernama Rahma Novita Alim Putri tetapi tidak hanya keuangan saja, dia juga mengurus screening yang nanti akan diadakan oleh pendulum, di bagian riset dan prosesnya ada Eni Simatupang, ada juga mengurus loka karya yaitu Ilham Muammar Shidiq yang secara praktis juga mengerjakkan masalah-masalah produksi ketika sedang pameran, dan terakhir adalah Bella Irmenna Puteri yang mengurusi sosial media pendulum sebagai admin dan social media planner.


Kata Pendulum sendiri yang artinya sebuah bandul, memiliki makna yang apabila diayunkan, menjadi sesuatu yang seimbang, tanpa kasta dan penuh keadilan dan egaliter. Konsep-konsep tersebut merupakan hal yang dibawa oleh Pendulum sebagai ideologi dan identitas mereka. Selain itu, Pendulum sebagai sebuah kolektif mempunyai prinsip yang dinamis. Kemudian layaknya bandul yang bergerak diperlukan kuasa manusia yang menggerakan. Oleh karena itu kata Pendulum mewakilkan prinsip mereka lainya itu yang relasi. Pemikiran tersebut berangkat dari Pembelajaran mereka yang membahas kajian budaya kritis kearah kiri atau liberal. Ideologi dan prinsip itu terwujud dalam gelagat mereka yang senantiasa menawarkan medium negosiasi, yang terwujud dalam karya seni serta diskusi terkait dengan permasalahan dan fenomena sosial.


Cenderungnya berangkat dari perihal tersebut Pendulum memiliki karakteristik unik, menarik dan terlebih kami nilai tepat dengan kondisi dunia saat ini. Batasan pendirian Pendulum, kami analogikan dengan karya seni mereka yaitu “Rebahan” yang merupakan posisi tubuh dimana membuat kondisi badan menjadi kondusif. Kami menilai pendirian Pendulum dan ideologi yang dibawa mereka, layaknya karya seni mereka, tepat, sesuai dan menjanjikan apabila melihat keadaan dunia saat ini. Ditengah agenda neoliberalisme dan kapitalisme yang senantiasa memarjinalkan masyarakat. Pendulum menjadi reaksi atas penindasan yang dilakukan melalui batasan ideologi kiri (liberal).


Perkara tepat tidak hanya diakibatkan, banyak karakteristik dari Pendulum yang kami dapatkan saat berbincang dengan mereka, banyak pengalaman yang kami dapat ambil dari penjelasan dengan mereka. Ketepatan mereka berada pada segala karakteristik mereka, dari mulai ranah ideologi, teknis sampai perihal dinamika di dalam kelompok itu sendiri. Ketepatan mereka mungkin menjadi ruang bagi mereka untuk selalu dapat berkreasi dan berkembang. Hal itu juga terwujud dalam kolektivitas berorientasi kebersamaan dan konsep kekeluargaan yang bersifat adaptif.


Mungkin dua perihal tersebut terlihat abstrak tetapi hal tersebut yang kami dapatkan setelah berbincang-bincang dengan mereka, merupakan suatu yang rasional. Terkait kolektivitas yang berorientasi kebersamaan dimaksudkan kepada hadirnya rasa kebersamaan yang menjadi acuan, landasan dan pola pikir dasar dari setiap tindakan yang hendak diambil oleh Pendulum. Ditekankannya kebersamaan yang pada satu sisi tidak adanya “Ketua” namun pada sisi lain menghadirkan anggota dengan spesialisasi yang beragam di dalam Pendulum itu sendiri menjadi awalan yang tepat. Sehingga setiap proses dan dinamika Pendulum, dalam suasana suka maupun duka, dilakukan bersama-sama.


Kemudian terkait dengan karakteristik kekeluargaan yang bersifat adaptif mengacu pada penjelasan dari salah satu anggota Pendulum yang mewakili kolektivitas mereka, yaitu Nugraha. Dijelaskan olehnya bahwa berdasar pada konsep “Saling menghargai dan memahami kapasitas masing-masing” hal tersebut menjadi bahan bakar yang mendorong lajunya kendaraan Pendulum. Konsep tersebut kemudian memunculkan kesan akan kemampuan adaptivitas Pendulum itu sendiri yang bisa menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapkan kepada mereka.


Namun, dibalik segala ketepatan Pendulum, salah satu karakteristik mereka yang merupakan mahasiswa pascasarjana memunculkan hambatan akan hadirnya kesibukan masing-masing yang berfungsi mengganggu kesinambungan dinamika kondusif dari Pendulum. Hambatan tersebut hadir dalam bentuk Tesis S2 yang harus diselesaikan secara sendiri-sendiri untuk memenuhi kewajiban perkuliahan. Selain itu, berdasar dari cerita-cerita ketika wawancara dijelaskan oleh mereka bahwa konsep deep talk menjadi medium mereka untuk melewati hambatan, menyelesaikan permasalahan internal, dan ajang rekonsiliasi dari hadirnya perbedaan yang natural pada sebuah bagan kepala yang kolektif. Tahun depan selain sibuk menggarap tesis dan penelitian mereka, tanggal 19 januari 2020 nanti yang bertepatan dengan 1 tahunnya pendulum, mereka akan merilis suatu riset, screening, diskusi dan workshop fermentasi yang akan mereka rencanakan untuk ulang tahun pendulum nanti.


Refleksi Terkait Pendulum


Pada akhirnya menurut persepsi kami, Pendulum merupakan jalur alternatif di tengah hiruk pikuk penguasa dan relasi kuasa apabila melihat melihat konteks kondisi sosial dan politik masa ini. Bentuk dan karakteristik Pendulum yang sedemikian rupa kami nilai sebagai bentuk resiliensi mereka untuk tetap berdinamika, berkarya dan mempertahankan kekeluargaan. Orientasi mereka yang mencakup media elektronik juga membuat Pendulum menjadi figur yang tepat dan diharapkan menjadi inspirasi bagi manusia lainya untuk membentuk komunitas atau jenis hubungan seperti Pendulum. Walaupun begitu, meskipun ini subjektivitas penulis, tidak ada apapun yang sempurna dan tidak luput dari kelemahan. Begitupun Pendulum, dibalik “ketepatan” mereka masih banyak karakteristik mereka dari mulai menjadi mahasiswa sampai dengan harus mewadahi kepala dan pemikiran yang berjumlah tujuh orang. Hal tersebut memunculkan banyak ruang untuk identifikasi, evaluasi, koreksi dan pengembangan bagi Pendulum itu sendiri.

73 views0 comments

Recent Posts

See All

Obi: Volunteering Adalah Momentum Pengembangan Diri

(Oleh Haerunnisa dan Nanda Sazkya) Tergabung menjadi seorang volunteer atau relawan adalah sebuah hal yang sering kali dan umum dilakukan. Membantu dengan sukarela, meluangkan waktu dan kemampuan sert

MEMAHAMI SITUASI PINGGIRAN LEWAT PERAN FISIK MANUSIA

Oleh Gabriel Dania Rekalino Kandolia Ajang pameran seni rupa Biennale Jogja XV 2019 dilaksanakan secara tersebar di beberapa lokasi di Yogyakarta pada 20 Oktober-30 November 2019. Tahun ini, Biennale

bottom of page