Nestapa Bencana Karhutla
- NafiCongklak
- Oct 6, 2019
- 5 min read
Updated: Nov 22, 2019
Melihat hutan Indonesia lebih dekat. Kita tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki lahan hutan yang luas. Hal ini dibuktikan dengan data Forest Watch Indonesia (FWI) yang menjadi sebuah lembaga independen pemantau hutan Indonesia menyebutkan bahwa Hutan Indonesia menduduki urutan ketiga terluas di dunia dengan hutan hujan tropis dan hutan hujan (rain forest) di Kalimantan dan Papua.
Tentu saja sebagai warga Indonesia, layaknya kita merasa bangga dengan predikat ini, apalagi dengan mengingat hutan sebagai salah satu unsur yang sangat penting bagi keseimbangan alam. Ditambah dengan hutan hujan tropis di Indonesia yang menyimpan banyak potensi kekayaan flora dan fauna. Namun, seiring berjalannya waktu bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) banyak terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
Menurut peraturan menteri kehutanan kebakaran hutan memiliki pengertian yakni “suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan”. Jadi betapa kebakaran hutan menjadi salah satu bencana yang memiliki banyak dampak merugikan bagi kehidupan.
Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh dua faktor, yakni terjadi karena faktor alam dan karena faktor manusia. Penyebab Karhutla karena faktor alam dapat dipicu oleh sambaran petir, lelehan lahar gunung, gesekan antar pepohonan yang kemudian dapat menimbulkan percikan api. Namun terjadinya gesekan antara pohon, petir jarang menjadi pemicu utama kebakaran hutan secara alami. Karena di Indonesia sendiri kebakaran hutan alami lebih banyak dipicu oleh cuaca yang panas, ditambah angin yang kencang.
Kemudian Karhutla yang disebabkan oleh faktor manusia dapat disebabkan karena hal yang disengaja meliputi pembukaan lahan baru dan tidak disengaja (kelalaian manusiawi) seperti membuang puntung rokok sembarangan, membakar sampah, dan yang lainnya. Dan yang disengaja seperti pembukaan lahan yang dilakukan oleh segelintir warga sampai perusahaan besar.
Pembukaan lahan dengan melakukan pembakaran lahan di hutan dipicu karena dengan begitu didapatkan lahan yang bersih, mudah dikerjakan, bebas hama dan penyakit. Walaupun terdapat dua faktor penyebab yakni sebab alam dan manusia namun Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNBP) menyebutkan bahwa 99% kebakaran hutan disebabkan oleh manusia, dan hanya 1% saja kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam.
Selanjutnya dengan adanya bencana kebakaran hutan timbulah beberapa dampak yang terjadi, yang sebagian besar merupakan dampak negatif. Tapi ternyata juga ada dampak positifnya walau hanya sedikit seperti pada aspek peremajaan tanaman dan menyuburkan tanah hutan. Namun, efek negatifnya ini yang membuat saya menjadi sangat prihatin apalagi dengan pemberitaan yang membuktikan bahwa satwa-satwa hutan banyak yang jadi korban.
Dampak negatif dari kebakaran hutan itu banyak sekali, mulai dari dampak bagi manusia yang terpapar asap hutan yang tidak sehat sehingga banyak yang menderita penyakit pernafasan. Di sektor transportasi juga terganggu karena asap, jarak pandang jadi terbatas, sehinga membuat jalur transportasi terhambat.
Kemudian dampak negatif bagi ekologis meliputi hilangnya spesies tumbuhan dan plasma nuftah, dampak bagi hewan hewan hutan yang harus kehilangan rumah tinggal mereka hingga harus meregang nyawa. Gambar serta video evakuasi para hewan penghuni hutan yang tersebar luas pasca kebakaran hutan sangat membuat hati saya teriris. Bagaimana tidak, mereka banyak yang mati harus hangus terbakar karena adanya bencana ini.
Banyak juga hewan yang luka luka dan terlihat sekarat. Belum lagi habitat mereka yang sudah tinggal abu makin menambah rasa pilu. Melihat dampak yang mengenai lapisan kehidupan dari manusia, tumbuhan, hewan bahkan lingkungannya, membuat saya ingin melihat lagi peristiwa-peristiwa kebakaran hutan terbesar di Indonesia khususnya dalam periode 10 tahun terakhir.
Akhir-akhir ini Karhutla yang melanda Indonesia khususnya di wilayah Jambi, Riau dan Kalimantan sudah sangat mengkhawatirkan. Bencana Karhutla juga sampai membuat wilayah-wilayah tersebut dan sekitarnya tertutup asap. Hingga langit Jambi berwarna merah seperti senja padahal hari masih siang. Merujuk berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Nasional mengenai kebakaran hutan dan lahan di setiap tahun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terdapat wilayah dengan kejadian kebakaran hutan terbanyak. Salah satu dokumentasi di bawah diambil dari situs "wow.keren", menunjukkan betapa ganasnya api Karhutla di Riau tahun 2019.

Dimulai pada tahun 2009 terjadi di Kalimantan Timur dengan 22 kejadian. Tahun 2010 di Kalimantan Timur dengan 4 kejadian. Tahun 2011 terjadi di Kalimantan Barat dengan 8 kejadian. Tahun 2012 terjadi di Kalimantan Selatan dengan 8 kejadian. Tahun 2013 di Kalimantan Selatan dengan 15 kejadian. Tahun 2014 di Jambi dengan 29 kejadian. Tahun 2015 di Jawa Timur dengan 13 kejadian. Tahun 2016 di Kalimantan Timur dengan 129 kejadian. Tahun 2017 di Jawa Timur dengan 46 kejadian. Tahun 2018 di Jawa Timur 106 kejadian. Tahun 2019 di Kalimantan Tengah dengan 49 kejadian. Kebakaran tersebut rata-rata terjadi pada musim kemarau.
Melihat data yang menunjukkan bahwa Karhutla masih marak terjadi. Saya terheran heran, jadi timbul pertanyaan "Apakah upaya pencegahan dari pemerintah masih sangat minim untuk mengatasi kebakaran hutandan lahan?" Mengingat data dari BNBP yang menunjukan bahwa hanya 1% kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam, serta 99% oleh manusia.
Selain itu bencana kebakaran hutan ini menciptakan dua tindakan upaya untuk mengatasinya, yakni tindakan represif dan preventif. Untuk tindakan preventif sudah diatur dalam UU no 45 tahun 2004. Cara-cara preventif meliputi pembuatan peta darah rawan pembakaran, penyediaan sistem informasi kebakaran hutan, dan sosialisasi atau pembinaan terhadap masyarakat. Namun berdasarkan data yang saya dapat, selama ini penanganan yang dilakukan didominasi oleh penanganan represif.
Di samping itu upaya penanggulangan represif kebakaran hutan dilakukan dengan upaya memadamkan api dan menindak para pelaku pembakaran. Untuk upaya pemadaman api dilakukan dengan cara yang berbeda beda tergatung luasnya hutan yang terbakar. Kebakaran hutan dengan lahan yang luas dan sudah parah dampak asapnya, akan dilakukan dengan berbagai cara seperti modifikasi cuaca, water bomb dari helikopter dan melibatkan banyak pihak seperti pasukan TNI, BNBP dan yang lainnya.
Sedangkan jika kebakaran hutan tidak terlalu luas, cara penangananya lebih sederhana misal dengan petugas pemadam kebakaran atau dibantu warga sekitar menyiramkan air. Lalu tindakan yang diambil untuk menindak para pelaku pembakaran hutan yang bersifat perseorangan hingga perusahaan terdapat hukuman mulai dari 5 tahun penjara dan denda hingga 10 Miliar Rupiah.
Menurut saya, meski para penegak hukum memiliki sederet pasal dengan sanksi yang terpampang bagi pelaku namun realitanya hal itu berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di pengadilan. Banyak pelaku yang tidak diadili dengan adil. Maka tidak bisa dipungiri bahwa para pembakar hutan mash banyak yang berkeliaran.
Kesimpulannya, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia masih marak dan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa pada makhluk hidup. Sekitar 99% kebakaran hutan dipicu oleh aktivitas manusia yang mana dalam penegakan hukum untuk menindak para pelaku pembakaran masih minim dilakukan.
Terbukti dengan kasus kebakaran hutan masih banyak terjadi. Dimana para aparat petinggi negara ataupun daerah yang memegang amanah dalam wilayahnya? Dimana rasa kepedulian mereka untuk setidaknya selalu melakukan tindakan preventifnya yang sangat jarang dilakukan. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?
Sekarang api Karhutla masih membara. Bukannya bermaksud untuk selalu menyalahkan pemerintah, namun kenyataannya dalam data dan survei yang valid. Seolah selama ini pemerintah nihil untuk memperhatikan sektor kehutanan perihal Karhutla. Padahal mereka yang punya kuasa untuk terjun dan mengatur kelestarian alam tersebut.
Oleh karena itu diharapkan agar pemerintah lebih tegas serta berbagai elemen masyarakat sama-sama menjaga hutan, dan sadar akan pentingnya hutan bagi kehidupan. Jangan berperilaku egois dan serakah dengan semena-mena membakar hutan untuk kepetingan diri sendiri. Gambar dari “antarafoto” menunjukan para warga masih menunjukan rasa cinta Tanah Air di tengah nestapa yang melanda.

Comments