top of page
Search

Menilik Kelompok Seniman dari Pinggir Thailand

Oleh : Aisyah Alifah dan Aulia Devi Qiara

Potret sudut instalasi yang berada di Taman Budaya Yogyakarta

Sejak pertengah bulan Oktober 2019 sebagian dari kami sudah mengetahui

adanya pameran seni berskala internasional yang bertempat di Yogyakarta, event ini

berlangsung hingga akhir bulan November. Seperti namanya, Biennale, acara ini

digelar setiap dua tahun sekali, dan sudah beberapa kali bertuan rumah di Indonesia.

Pada tahun ini mengangkat tema yang tidak kalah menarik dibanding tahun 2017 lalu,

dengan judul Biennale Jogja Equator #5 2019. Dengan harapan bisa menyentil

persoalan “pinggiran” di Asia Tenggara, mulai dari identitas gender, ras, agama,

konflik sosial-politik, perburuhan, lingkungan, hingga praktik kesenian, dengan

pameran seni. Tempat diselenggarakan pameran pun tidak hanya berada di satu

tempat, beberapa di antaranya adalah Taman Budaya Yogyakarta, Jogja Nasional

Museum, Gedung Pusat Kebudayaan Koenadi Hardjosoemantri UGM, dan outdoor di

beberapa wilayah kampung pemukiman warga.

Kami memustuskan untuk mengunjungi pameran yang berada di Taman Budaya

terlebih dahulu. Saat pertama kali masuk kamiterlebih dahulu di minta oleh para

panitia yang berjaga untuk mengisi buku tamu, setelah itu kami bisa langsung

berselancar di dalam dunia artistik yang sudah pasti tidak biasa bagi kami para

mahasiswa biasa. Kami disuguhkan dengan banyak sekali sajian instalasi-instalasi

dari para seniman yang ikut serta menyumbangkan karyanya dalam acara ini.

Beraneka ragam, beraneka warna, beraneka pula tujuan dan pesan yang di

sampaikannya. Setelah puas terkagum-kagum oleh semua instalasi seni yang ada,

kami kembali lagi pada instalasi pertama yang kami lihat, sebab rasa tertariklah yang

membuat kami memustuskan untuk mengulas instalasi tersebut yang berada di posisi

persis setelah pintu masuk dan meja absesnsi. Ialah Muslimah collective, Merupakan

salah satu kelompok seniman yang turut serta dalam event ini. Bagi kami, karya

instalasi ini menjadi sangat menarik sebab mereka dengan berani mengangkat isu

agama secara terang-terangan ke dalam dunia seni yang seharusnya menjadi ranah

paling netral di dunia ini. Dengan membuat sebuah instalasi seni yang bertemakan

mengintip kehidupan muslimah pinggiran Thailand mereka mencoba untuk

memperkenalkan diri kepada halayak luas, itu sebabnya karya instalasi yang mereka

buat diberi nama “Muslimah Collective” yang tidak lain merupakan nama dari

kelompok mereka sendiri. Hal tersebut tentu saja seirama dengan tema yang diangkat

pada acara ini.


Lalu, Apa yang Melatar Belakangi Dibentuknya Kelompok Seni Ini?

Secara eksplisit, kami bukan ingin membahas hasil karya dari mereka melainkan

ingin sedikit lebih fokus kepada kelompok seniman berperan sebagai pelaku produksi

karya dan tentu saja penikmat dari karya seni mereka sendiri. Pada tahun 2015, awal

mula mereka memiliki ide untuk bergabung dan berkolaborasi. Berangkat dari rasa

empati yang sama ketika melihat kehidupan sosial di sekitar mereka, dalam hal ini

kaum muslim yang minoritas di Pinggiran Thailand. Mereka berlima, berasal dari

beberapa daerah seperti Pattani, Vala dab Narathiwat, bagian paling selatan

Thailand. Lalu mencoba untuk mempresentasikan karya-karya yang berbeda

yang fokus pada kehidupan muslimah, khususnya di Pattani. Dalam membuat

karya, mereka terinspirasi dari lingkungan sekitar yang dekat, misal tempat

tinggal dan keluarga.

Dengan latar belakang keadaan keluarga yang berbeda, tentu masing-masing dari

mereka memiliki bakat yang berbeda pula dalam menciptakan sebuah karya dan

instalasi seni. Hal tersebut tentu bagian dari usaha mereka untuk mampu membangun

identitas dan maksud lainnya dari karya yang mereka miliki.


Memperkanalkan diri kepada dunia luar

Tak banyak sejarah serta cerita tentang bagaimana perjuangan mereka hingga

bisa mencapai titik sekarangini, titik dimana mereka sudah mulai banyak di kenal

orang di seluruh dunia. Dari video interview yang kami tonton, mereka hanya

menceritakan bahwa untuk pertama kalinya mereka di undang, di minta untuk ikut

andil dalam sebuah acara yang bernama Bangkok Art Biennale 2018 tanpa syarat

apapun, padahal sebelumnya mereka sudah merasa akan terpinggirkan lagi karna

identitas mereka sebagai perempuan berhijab atau muslimah. Pada akhirnya tentu saja

mereka menerima tawaran pembuka pintu rezeki tersebut hingga akhirnya membawa

mereka go international seperti sekarang ini. Karya yang mereka tampilakan pada

acara Biennale Yogyakarta, merupakan karya yang sama yang mereka suguhkan pada

acara Bangkok Art Biennale 2018 lalu.


Nilai Estetik dari Sebuah Karya Seni

Membahas karya-karya yang mereka tampilkan, tentu mata kamisemua akan

selalu tertarik dan mungkin bisa saat itu juga jatuh cinta jika melihat suatu karya yang

tidak biasa, dalam artian tidak kamitemukan dalam kehidupan sehari-hari. Nah,

mereka berhasil untuk ini, semua yang mereka hasilkan ternyata bukanlah sebuah

karya yang biasa-biasa saja.

Pertama, ada sebuah jaring berukuran raksasa yang itu berasal dari serat alami,

dan dibuat secara handmade oleh salah seorang anggotanya, ialah Arichama Pakapet.

Pembuatan jaring besar tersebut di latar belakangi oleh tempat tinggal Arichama yang

berada di daerah pesisir pantai dimana rata-rata penduduknya bermata pencaharian

sebagai nelayan dan hasil olahannya, termasuk kedua orang tuanya. Seolah

menggambarkan sebuah nilai sosial yang murni dan biasa, lalu dengan pandainya ia

sulap menjadi objek yang sangat menarik perhatian. Bahkan sampai bisa membuat

pengunjung berhenti lebih lama dibanding karya lainnya untuk melihat dengan

seksama karya tersebut, guna memperhatikan semua sisi dan penyusun jaring tesebut,

lalu berfikir sehebat dan serumit apa proses pembuatannya.

Berbeda ceritanya dengan Heedayah Mahavi, yang mengapresiasikan karyanya

melalui rumput serta berbagai serat lainnya. Lukisan yang ia buat dimaksudkan untuk

merepresentasikan kehidupan seorang muslimah yang berada di daerah pinggiran, dan

populasinya yang terbilang minim. Belum lagi segala macam anggapan miring yang

selama ini orang labeli mereka, melalui karyanya ia ingin menujukkan bahwa

sebenarnya hal itu semua tidaklah benar. Justru dalam islam, kecantikan sangatlah di

hargai dan ia sangat setuju dengan anggapannya yang menilai bahwa seni adalah

perwujudan dari nilai cantik itu sendiri. Sehingga ia mencoba mengomparasikan

keduanya (agama dan seni) dalam karya 2 demensi yang ia ciptakan. Selain itu ia juga

mengibaratkan lingkungannya bagaikan setangkai bunga yang tumbuh di tanah

peperangan. Sungguh sebuah kesempurnaan kecantikan yang dimiliki oleh karyanya,

ia memvisualisasikan semua itu dalam sebuah gambar dari serat serat rerumputan

yang pada bagian atasnya ia jahit. Sungguh bernilai karya seninya.

Tujuan pembuatan instalasi

Ada beberapa tujuan serta pesan yang ingin di sampaikan oleh kelompok

Muslimah collective ini kepada kamisemua sebagai penikmat karyanya. Pertama dan

yang paling utama, hijab tentu saja merupakan identitas bagi mereka yang merupakan

seorang muslimah. Namun bukan cerita mengenai hijab yang ingin mereka

sampaikan, melainkan sudut pandang mereka mengenai agama serta ketuhanan.

Berangkat dari tujuan utama, mereka mengembangkan pesan-pesan kecil yang tersirat

serta tersurat di dalamnya. Mereka ingin membuktikan bahwa kecantikan bukanlah

suatu hal yang harus di sembunyikan bahkan di larang oleh agama yang mereka anut

(Islam), namun justru agama itu sendirilah yang merupakan sebuah kecantikan. Maka

dari itu seperti yang sudah kami tulis mengenai tujuan utama, mereka memiliki tujuan

untuk membagikan sudut pandang mereka mengenai agama serta ketuhanan, ya

dengan melalui pembuatan karya instalasi seni yang cantik inilah mereka secara

tersirat memberikan pesan bahwa agama yang mereka anut merupakan suatu

keindahan serta kecantikan. Nama Muslimah collective sendiri mereka pilih karna

bagi mereka nama tersebut sangat merepresentasikan diri mereka yang merupakan

seorang muslimah. Dari nama itu mereka berharap dapat membuat karya seni

sekaligus menyebarkan agama mereka dengan cara penyampaian yang jarang

dilakukan oleh kebanyakan umat muslim lainnya.


Sumber:


#5, Tim kurator Biennale Jogja Equator. 2019. Belajar Dari Gagasan

"Pinggiran". Accessed november 20, 2019.

—. 2019. Muslimah Collective. Accessed 11 19, 2019.

Biennale, Bangkok Art. 2018. Muslimah Collective - Bangkok Art Biennale

2018. september 15. Accessed november 20, 2019.

Nissa, Rima Sekarani Imamun. 2019. Mengintip Kehidupan Muslimah

Pinggiran Thailand di Biennale Jogja 2019. october 25. Accessed november

20, 2019.

42 views0 comments

Recent Posts

See All

Obi: Volunteering Adalah Momentum Pengembangan Diri

(Oleh Haerunnisa dan Nanda Sazkya) Tergabung menjadi seorang volunteer atau relawan adalah sebuah hal yang sering kali dan umum dilakukan. Membantu dengan sukarela, meluangkan waktu dan kemampuan sert

MEMAHAMI SITUASI PINGGIRAN LEWAT PERAN FISIK MANUSIA

Oleh Gabriel Dania Rekalino Kandolia Ajang pameran seni rupa Biennale Jogja XV 2019 dilaksanakan secara tersebar di beberapa lokasi di Yogyakarta pada 20 Oktober-30 November 2019. Tahun ini, Biennale

bottom of page