Mahasiswa, Kampus, dan Sampah Plastik
- Widya Milliyani
- Oct 4, 2019
- 4 min read
Updated: Oct 15, 2019
Sampah Plastik di Sekitar Jalan Sosio-Humaniora
Permasalahan sampah plastik menjadi isu krusial di awal tahun 2019. Banyak beredar gambar dan video mengenai sampah plastik yang menggunung di tempat pembuangan sampah maupun yang dibuang ke laut. Maraknya video dan pemberitaan media tentang ikan-ikan yang mati maupun terjerat sampah plastik dan para biota laut yang rusak akibat sampah plastik membuat saya nerasa prihatin. Sampah-sampah plastik tersebut merupakan hasil dari aktivitas manusia, baik sebagai konsumen maupun produsen.
Jika diperhatikan masyarakat sudah sadar dengan perilaku membuang sampah pada tempatnya, meskipun tidak sedikit juga yang masih membuang sampah sembarangan. Satu hal yang membuat saya dilema adalah ketika para produsen sampah yang dengan taat membuang sampah pada tempatnya akan tetapi masih menimbulkan permasalahan lain, yaitu menggunungnya sampah di tempat penampungan sampah. Permasalahan yang dihadapi sekarang bukan lagi tentang masyarakat yang membuang sampah sembarangan, namun cara pengelolaan sampah plastik yang baik dan benar agar mampu mengurangi polusi tanah dan udara. Masalah ini tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat saja, namun lingkungan kampus pun mengalami hal yang sama.
Universitas Gadjah Mada merupakan universitas yang sedang berusaha menerapkan kebijakan SHE atau Safety, Health, Environment guna melindungi kelestarian lingkungan hidup. Sayangnya, upaya tersebut belum sepenuhnya terlaksana. Terbukti ketika acara PPSMB Palapa digelar, yaitu dengan adanya pom-pom sebagai atribut yang wajib dibawa oleh peserta. Seperti yang kita tahu bahwa pom-pom tersebut terbuat dari tali rafia plastik satu kali pakai dan hanya digunakan satu kali dalam rangkaian acara. Setelah acara selesai pom-pom tersebut sudah tidak dipakai lagi dan akhirnya para peserta membuangnya begitu saja. Secara tidak langsung kita ikut menyumbang sampah plastik untuk bumi. Hal tersebut sangat kontras dengan peraturan PPSMB yang mewajibkan peserta membawa air minum dengan botol tumbler atau botol minum yang tidak satu kali pakai. Peristiwa ini sempat menjadi perdebatan oleh mahasiswa di media sosial.
Usai acara PPSMB, penggunaan plastik satu kali pakai masih berlanjut. Terbukti dengan adanya tempat pengepul sampah plastik di klaster humaniora, tepatnya di dekat Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Budaya. Jika melewati Jalan Sosio-Humaniora kita akan menemukan sebuah tempat di mana tumpukan sampah botol plastik maupun wadah makanan satu kali pakai menumpuk dalam kurun waktu kurang lebih 3 sampai 4 hari. Sampah-sampah tersebut di antaranya adalah botol plastik bekas, gelas plastik wadah jus maupun minuman dingin lainnya, dan mangkuk plastik wadah salad maupun sup buah yang diambil dari tempat-tempat sampah terdekat. Sampah-sampah plastik tersebut dihasilkan oleh aktivitas mahasiswa maupun para pedagang di kantin. Mereka dikumpulkan dan dicuci oleh seorang wanita paruh baya setiap pagi dan sore hari. Setelah botol-botol dan wadah makanan plastik dicuci, mereka akan dimasukkan ke sebuah trash bag atau karung dan kemudian diangkut menggunakan sepeda motor entah kemana perginya. Usai sampah plastik tersebut diangkut, tempat tersebut akan terlihat bersih. Namun, ada sisa pembakaran sampah plastik bekas bungkus makanan.
Dalam pendapat saya, sebenarnya baik para mahasiswa maupun pedagang sadar akan dampak buruk dari sampah plastik yang dihasilkan oleh aktivitasnya. Banyak dari kita yang mulai mengurangi penggunaan sedotan plastik, kantong plastik untuk mengemas makanan, dan gelas plastik. Namun, tak sedikit pula yang sadar akan dampak tersebut akan tetapi abai dan tetap menjadi produsen sampah plastik. Setiap kali membuang sampah di tempat sampah, sampah yang paling dominan adalah sampah plastik. Lalu ketika berkunjung ke kantin kejujuran FIB, kita akan menemui berbagai macam makanan dan minuman yang dibungkus dengan plastik satu kali pakai. Bahkan di kantin sastra, yang notabene menjadi kantin terbaik di UGM pun masih menggunakan plastik sebagai bungkus makanan maupun minuman. Tidak adanya peraturan yang mengatur penggunaan wadah plastik di kantin-kantin kampus sehingga semakin menambah jumlah penggunaan plastik.
Dalam menangani sampah, pihak kampus telah menyediakan tempat sampah yang sudah dikategorikan berdasarkan bahan dasar sampah, yaitu logam, plastik, dan organik. Sebenarnya hal tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam proses pengolahan sampah. Para mahasiswa pun sudah menyadari betapa pentingnya menjaga kebersihan dengan cara membuang sampah pada tempatnya. Meskipun begitu tak sedikit mahasiswa yang membuang sampah tidak sesuai dengan kategorinya. Misalnya sampah plastik dibuang di tempat sampah untuk bahan dasar logam, begitu sebaliknya dan ketidaksesuaian yang lain. Selain menyediakan tempat sampah, pihak universitas juga berusaha menerapkan kebijakan SHE yang berguna untuk menjaga kelestarian lingkungan. Kemudian untuk mengurangi penggunaan botol plastik, UGM menyediakan fasilitas isi ulang air minum, yaitu Toya Gama. Mahasiswa bebas mengisi ulang air minum dengan botol minum tumbler atau botol lain yang tidak satu kali pakai. Dalam sebuah berita yang saya baca, Fakultas Teknik UGM telah berhasil membuat sebuah mesin pemecah plastik. Bahkan mesin tersebut sudah mulai diproduksi secara masal oleh sebuah perusahaan terkait.
Sampah plastik merupakan salah satu masalah yang sedang dihadapi Indonesia maupun dunia. Ketidakmampuan plastik dalam mengurai bahan pembuatnya menjadikan plastik sebagai sampah yang harus ditangani dengan tepat agar tidak merusak lingkungan. Untuk dapat menangani masalah sampah plastik dibutuhkan kesadaran dan pengetahuan dari masyarakat, khususnya para mahasiswa dan pedagang di kampus, akan dampak yang ditimbulkan. Meskipun tempat sampah telah disediakan, akan tetapi kesadaran dan pengetahuan tetap diperlukan untuk mendukung sebuah peraturan, begitu pun sebaliknya. Peristiwa yang terjadi di kantin Bank Indonesia atau kantin BI, kantin kejujuran FIB, dan kantin sastra adalah salah satu bukti tidak adanya peraturan tentang pengurangan maupun larangan penggunaan plastik sebagai bungkus makanan. Hal tersebut menimbulkan semakin banyaknya tumpukan sampah plastik yang diproduksi. Meningkatnya produksi sampah sampah plastik, mendorong timbulnya penciptaan mesin pemecah plastik guna membantu pengolahan sampah plastik. Pengelolaan sampah plastik tetap dilakukan oleh manusia. Sayangnya, pengelolaan sampah di sekitar Jalan Sosio-Humaniora kurang diperhatikan, hingga ada pengepul yang masuk ke lingkungan kampus untuk mengambil sampah plastik. Tentu saja peristiwa tersebut akan kembali menimbulkan sebuah masalah, yaitu kemanakah sampah tersebut dibawa? Dimanfaatkan untuk apa? Diolah sebagai barang bermanfaat atau malah kembali dipakai untuk kemasan makanan & minuman?
Comments