top of page
Search
  • Writer's pictureHae

Berbagi Perspektif: Harbolnas dan Konsumtif Masyarakat Indonesia

Oleh: Haerunnisa dan Nanda Sazkya K


Harbolnas merupakan akronim dari Hari Belanja Online Nasional. Harbolnas ini diperkirakan sudah muncul sejak beberapa tahun silam. Fenomena harbolnas, disambut dengan gembira oleh para konsumen yang ingin berbelanja secara online. Munculnya fenomena baru ini memunculkan beberapa keuntungan maupun kerugian bagi beberapa pihak seperti penjual, pembeli, platform, dan kurir. Euforia beberapa pihak pada saat harbolnas pun membuat eksistensi harbolnas masih dapat dirasakan hingga saat ini. Fenomena harbolnas menjadi suatu hal yang menarik jika dikaitkan dengan pendekatan atau teori Cultural Economy pada sub-disiplin ilmu Antropologi Ekonomi.


Kemajuan teknologi semakin memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan berbagai aktivitas, tidak terkecuali transaksi jual beli. Di era sekarang ini angka jual beli secara online meningkat dengan pesat. Berhasilnya sistem perdagangan daring atau yang lebih sering disebut sebagai ecommerce di Indonesia tentunya tidak terlepas dari antusias masyarakat Indonesia karena faktor utama dilakukannya pembelanjaan via online adalah karena bersifat praktis, dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja hanya dengan bermodalkan smartphone yang terhubung ke jaringan internet. Di Indonesia sendiri pun telah banyak bermunculan platform ecommerce, diantaranya adalah shopee, lazada, tokopedia, dsb. Terdapat pula toko-toko yang memasarkan dan menjualkan produknya via sosial media seperti instagram. Munculnya trend online shopping secara nyata ingin memperlihatkan mengenai perubahan perilaku masyarakat dalam berbelanja. Penetrasi internet membuat popularitas online shopping menjadi meningkat.



Ekonomi Kultural Dalam Studi Antropologi

Cultural Echonomy atau Ekonomi kultural merupakan salah satu kajian ilmu yang lebih antropologis dalam studi antropologi ekonomi. Di era seperti sekarang ini, ekonomi kultural dipandang penting karena menunjukkan bahwa kebudayaan dapat mengendalikan dinamika pada era globalisasi, khususnya era e-commerce seperti saat ini. Dalam buku yang berjudul Pengantar Antropologi Ekonomi disebutkan bahwa ekonomi kultural diarahkan pada upaya antropologi memahami tingkah laku dengan memposisikan manusia sebagai homo-sapien yang menggunakan simbol pengetahuan budayanya dalam melakukan rasionalisasi, kontrol, kontestasi, dan kerjasama dalam aktivitas produksi, dan memanfaatkan sumberdaya ekonomi termasuk mewujudkan kebiasaan konsumsi dalam masyarakat (Hudayana, 2018). Ekonomi kultural bagi para antropolog secara tidak langsung membuka akses untuk menjelajahi berbagai fenomena ekonomi yang selama ini kurang disimak secara mendalam.


Pendekatan ekonomi kultural membuat siapapun—khususnya antropolog—menjadi peka tentang berbagai bentuk rekayasa budaya yang berkembang dalam dunia iklan, berbagai barang konsumsi, dan layanan jasa. Kebudayaan dalam konsep ekonomi kultural merupakan sebuah instrumen penting dalam membangkitkan fantasi dan dorongan konsumtif yang menawarkan simbol-simbol yang bernilai dan menggairahkan orang untuk melakukan pekerjaan, investasi, rekreasi, konsumsi, dan memanfaatkan berbagai layanan yang ditawarkan melalui e-commerce. Karena sebagaimana yang kita tahu bahwa di era globalisasi seperti saat ini, sistem perdagangan seperti penyebaran, pembelian, penjualan, dan pemasaran baik barang dan jasa dilakukan secara elektronik atau daring dengan menggunakan koneksi internet.


Antropologi ekonomi tidak hanya menyimak tentang berbagai lembaga e-commerce dalam peraduan nasib ataupun menguasai sumber daya ekonomi. Terlebih itu, antropologi ekonomi juga menyimak mengenai bagaimana para pedagang, produsen, dan konsumen saling bertransaksi melalui peran dari keberadaan e-commerce ini. Dalam hal ini para antropolog akan menemukan berbagai rekayasa budaya dilihat dari nilai, simbol, serta kebiasaan dan kelakuan manusia untuk dimanfaatkan dalam melakukan transaksi ekonomi (Hudayana, 2018).



E-Commerce

E-commerce atau Electronic Commerce merupakan suatu istilah untuk aktivitas transaksi bisnis. Transaksi ini terjadi antara pelaku bisnis baik individu ataupun kelompok dengan konsumen yang meliputi penggunaan internet sebagai layanan untuk penjualan dan pelayanan produk untuk konsumen (Maulana, Susilo, & Riyadi, 2015). Penggunaan internet dalam transaksi bisnis ini membuat platform e-commerce semakin menjamur keberadaannya di Indonesia. Terdapat berbagai kemudahan yang dapat dirasakan para pembeli dengan melakukan transaksi e-commerce, diantaranya adalah praktis, dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, barang yang dicari lebih mudah ditemukan, dan lain sebagainya. Kemudahan tersebut juga dapat dirasakan oleh para penjual dalam hal kegiatan pemasaran yang jauh lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran konvensional.


Saat ini dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan internet di indonesia, dampak yang besar juga terjadi terhadap perubahan bisnis. Dengan ecommerce telah banyak merubah dalam proses jual-beli. Jika dalam suatu jual-beli penjual dan pembeli bertemu, namun jika dengan e-commerce mereka tidak perlu bertemu, interaksi antara penjual dan pembeli berlangsung melalui internet maupun dengan komunikasi melalui telepon atau kolom chat.



Harbolnas

Hari Belanja Online Nasional atau yang lebih sering disebut dengan Harbolnas merupakan kegiatan tahunan yang diprakarsai bersama oleh enam e-commerce besar di Indonesia sejak 12 Desember 2012. Beberapa e-commerce yang dimaksud adalah Lazada Indonesia, Zalora, Blanja, PinkEmma, Berrybenka, dan Bukalapak. Pesta belanja dengan diskon terbesar ini didukung sejumlah mitra seperti pelaku industri telekomunikasi, perbankan, logistik hingga media.


Harbolnas 2019 yang kini dikawal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) berkembang signifikan terbukti dengan jumlah pesertanya yang mencapai lebih dari 250 platform belanja online[1]. Terdapat pengertian lain yang juga menyebutkan bahwa Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh berbagai e-commerce di Indonesia dengan dukungan dari berbagai mitra kerja sama, seperti pelaku industri telekomunikasi, perbankan, logistik hingga media[2].


Popularitas harbolnas yang biasanya terjadi di penghujung tahun kini sudah menjadi suatu budaya atau kebiasaan yang dapat dirasakan pada setiap bulannya, yakni tepat di tanggal cantik pada bulan tersebut. Tanggal cantik tersebut dapat menjadi patokan atau tolak ukur para penjual untuk menetapkan harga atau diskon, misalnya adalah pada fenomena harbolnas 12.12 atau 12 Desember 2019 lalu yang menggunakan angka 12 sebagai penentu harga atau diskon, misalnya adalah membuat harga produk menjadi dua belas ribu rupiah dari harga normal sebelumnya. Fenomena ini tentunya menjadi moment yang paling ditunggu oleh para calon pembeli karena harga yang dipasarkan pun sangat terjangkau—dari harga normal sebelumnya. Dari sisi pendekatan ekonomi kultural dalam menyikapi fenomena harbolnas dapat disimpulkan bahwa munculnya fenomena harbolnas ini telah mempengaruhi dan merubah perilaku masyarakat menjadi lebih konsumtif. Dalam wawancara yang kami lakukan terhadap mahasiswa Ekonomi Terapan SV 2017, dirinya mengatakan bahwa “Jika dilihat lebih dalam lagi fenomena harbolnas ini membuat perilaku para konsumen akan semakin konsumtif, yang mana hal ini juga akan menimbulkan kondisi ekonomi yang kurang sehat karena para konsumen akan membeli barang yang sebenarnya tidak perlu atau ‘hanya kemakan promo’ saja”.


Pengamat e-commerce, Isparmo—dalam channel youtube CNN Indonesia yang berjudul “Berburu Diskon di Harbolnas” pada 12 Desember 2018—mengatakan bahwa “Atensi yang didapatkan dari harbolnas sangat luar biasa. Peningkatan harbolnas sejak 2012 pun sungguh luar biasa. Hal ini cukup menguntungkan bagi para konsumen. Masyarakat kian antusias terhadap harbolnas”. Tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan oleh Bayu Syerli—Vice President of Marketing Bukalapak—dalam video yang sama, dirinya mengatakan bahwa “Moment harbolnas merupakan salah satu moment dimana para pelapak—yang berasal dari UMKM—bisa tumbuh transaksinya”[3].


Terdapat empat pihak yang turut memeriahkan fenomena harbolnas, yaitu platform, konsumen, penjual, dan kurir (Menurut salah satu mahasiswa Ekonomi Terapan Sekolah Vokasi UGM angkatan 2017 yang kami wawancarai).



Platform

Platform merupakan arsitektur hardware/fondasi/standar mengenai bagaimana sebuah sistem aplikasi/program dapat berjalan, singkatnya, platform merupakan dasar dari teknologi dimana teknologi yang lain atau proses-proses dibuat[4]. Sedangkan platform e-commerce merupakan solusi teknologi perangkat lunak atau software untuk membangun storefronts. Storefronts tersebut merupakan skema bisnis yang berkaitan dengan penjualan produk atau layanan[5]. Keberadaan platform e-commerce di Indonesia pun semakin menjamur, terdapat puluhan platform e-commerce namun hanya beberapa saja yang populer di kalangan masyarakat pengguna e-commerce. Terdapat empat platform e-commerce terbesar di Indonesia yang memiliki jumlah pembeli dan omset terbanyak, diantaranya adalah Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan Shopee[6]. Dua dari empat platform e-commerce terbesar tersebut merupakan produk anak bangsa. Barang yang dijual oleh platform-platform e-commerce ini pada dasarnya adalah sama, yakni menjual barang-barang keperluan sehari-hari, fashion, elektronik, dan lain sebagainya. Para platform e-commerce ini selalu berusaha memberi pelayanan dan kemudahan dan keuntungan bagi para pengunjung ataupun calon pembelinya. Salah satu kemudahan tersebut dapat dilihat dari sistem pembayarannya, sedangkan keuntuntungannya dapat dilihat dari subsidi atau layanan free ongkir dengan minimal nominal pembelanjaan.


Pada fenomena harbolnas, banyak penawaran menarik dan juga diskon besar-besaran yang disuguhkan oleh para pelaku bisnis, maupun dari platform e-commercenya sendiri. Ragam strategi telah diadopsi para pemain e-commerce Indonesia demi menjangkau konsumen yang lebih luas, salah satunya adalah flash sale pada perayaan harbolnas. Pada dasarnya, flash sale memiliki pengertian yang sama seperti penjualan produk hasil cuci gudang pada toko offline yang memberlakukan sistem ‘siapa cepat, dia dapat’. Strategi flash sale ini secara tidak langsung telah berhasil menggairahkan bisnis e-commerce di Indonesia. Fenomena flash sale tidak begitu memberikan keuntungan yang signifikan bagi platform e-commerce, hanya saja fenomena flash sale ini dapat memberikan dampak psikologi bagi para pengunjung untuk tetap berselancar di platform e-commerce untuk melihat produk-produk yang tersedia, yang mana hal ini dapat membuat pengunjung memiliki rasa ingin membeli produk tersebut, walaupun tidak terlalu dibutuhkan. Dalam perayaan harbolnas, para platform tidak mencari keuntungan yang besar, melainkan mencari margin penjualan dan konsumen atau penjual yang terus mengakses platform tersebut.



Konsumen

Konsumen merupakan pembeli dari suatu produk yang dijual. Pada fenomena harbolnas, banyak para calon pembeli atau konsumen yang menantikan produk dengan harga yang murah dan mendapat diskon besar. Dalam perayaan harbolnas, para konsumen akan berburu barang-barang dengan harga murah yang terdapat pada platform-platform e-commerce. Hanya saja banyak dari konsumen yang membeli barang-barang yang mungkin tidak terlalu dibutuhkan keberadaannya. Hal ini dilakukan karena para konsumen secara tidak langsung mendapat dorongan seperti promo, flash sale, diskon besar, dsb. Para konsumen seringkali memilih barang dengan tawaran diskon paling besar sebagai objek barang yang akan dibelinya, walaupun pada kenyataannya barang tersebut tidak terlalu dibutuhkan.


Euforia yang dirasakan ketika berbelanja secara online di hari biasa dengan harbolnas sangatlah berbeda. Terdapat antusias yang tinggi karena sistem ‘siapa cepat, dia dapat’ membuat para calon pembeli merasa tertantang untuk mendapatkan produk yang dimaksud, hal ini juga didukung dengan waktu dan kuantitas barang yang terbatas. Para konsumen yang berburu produk di e-commerce pada saat harbolnas pun ternyata telah memiliki additional cost atau biaya yang sengaja ingin dikeluarkan pada perayaan harbolnas yang akan mendatang. Hal demikian bagi para konsumen memiliki kepuasan sendiri karena telah berhasil memperoleh barang dengan diskon besar atau harga yang jauh dari harga normal pada saat perayaan harbolnas. Dan tidak sedikit juga para konsumen yang sengaja membeli barang disaat harbolnas untuk dijual kembali nantinya.


Terdapat suatu fakta yang dirasakan pada saat harbolnas oleh beberapa atau mungkin banyak konsumen, yakni telatnya barang sampai karena beberapa permasalahan yang terjadi di pelayanan ekspedisi, diantaranya adalah banyaknya barang yang masuk hingga tidak sedikit barang yang nyasar ke tempat atau daerah lain.


Hal yang sama juga disebutkan oleh salah satu mahasiswa Ekonomi Terapan SV yang sempat kami wawancarai, menurutnya, “Posisi konsumen dalam perayaan harbolnas merupakan sesuatu yang bisa dikatakan baik, tapi juga bisa dikatakan buruk. Dalam fenomena ini keberadaan mereka akan menjadi ‘pemburu produk’ dengan iming-iming ‘promo, diskon besar, flash sale, dsb’. Namun sebenarnya, mau promo berapapun yang ditawarkan oleh e-commerce, mereka—pembeli/konsumen—sudah ada markup. Sisi baik bagi konsumen adalah mereka dapat membeli harga jauh lebih murah dibandingkan harga normalnya pada hari-hari biasa, hanya saja hal ini sekaligus dapat berdampak buruk karena meningkatkan atau memfasilitasi perilaku konsumtif mereka dengan membeli barang-barang yang kurang atau bahkan tidak dibutuhkan sama sekali”.



Penjual

Penjual merupakan para pelaku bisnis yang ingin mendapat profit dari barang yang dijualnya. Penjual juga merupakan salah satu pihak dari maraknya fenomena harbolnas yang diusung oleh e-commerce. Posisi penjual dalam harbolnas dapat menjadi sesuatu yang baik, tapi juga dapat merupakan sesuatu yang buruk. Sisi baik dari penjual saat harbolnas adalah jika pengunjung platform e-commerce ramai, maka penjualan produk yang ditawarkan pun akan meningkat, juga disusul dengan rating yang akan diperoleh. Hanya saja, rating yang diperoleh pun tergantung dengan kepuasan konsumen atas pelayanan dan produk yang dijualnya tersebut. Selain itu, sisi baik lainnya adalah persediaan atau stock barang yang dijual kemungkinan besar akan habis karena laku terjual. Di sisi lain, sisi buruk yang akan didapatkan oleh para penjual diantaranya adalah rating yang buruk oleh konsumen, karena para penjual tidak dapat memaksa para konsumen untuk memberikan rating yang tinggi dan bagus. Selain itu, para penjual akan mengalami kenaikan margin dan juga akan memperoleh profit yang sedikit atau mungkin juga bisa menjadi rugi.



Kurir

Kurir merupakan salah satu komponen penting dalam fenomena belanja online termasuk dalam fenomena Harbolnas. Kurir merupakan perpanjangan tangan para penjual kepada pembeli. Kurir bertugas untuk melakukan pengemasan dan pemilahan pada produk-produk yang akan di kirim. Seiring dengan tingginya angka platform belanja yang hadir di Indonesia, jasa layanan pengiriman juga bertambah menjadi semakin tinggi. Efeknya, beberapa platform secara khusus bekerja sama dengan sebuah jasa pengiriman dalam pelaksanaan transaksi jual beli. Dalam fenomena Harbolnas juga sebagian besar platform yang secara khusus memiliki jalinan kerja sama dengan jasa pengiriman akan memberikan potongan tarif pengiriman. Hal ini otomatis juga menjadi pengaruh dalam naiknya angka penggunaan jasa layanan pengiriman. Dampak secara langsung yang dirasakan oleh para kurir jasa pengiriman adalah naiknya permintaan secara derastis sehingga membutuhkan tenaga yang lebih untuk menyelesaikan permintaan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.


Di sini lah hubungan antara platform, penjual dan pembeli, serta kurir terjadi. Seluruh komponen dalam lingkaran ini secara tidak langsung memiliki sebuah hubungan yang erat kaitannya satu sama lain. Kerja sama dari seluruh pihaknya dibutuhkan untuk menjaga lingkaran ini tetap berputar. Platform sebagai penyedia layanan, penjual sebagai penyedia produk, pembeli sebagai konsumen serta kurir sebagai perpanjangan tangan dari penjual yang bertanggung jawab atas sampainya produk tepat waktu pada pembeli.


Ekonomi kultural dipandang penting karena menunjukkan bahwa kebudayaan dapat mengendalikan dinamika pada era globalisasi, khususnya era e-commerce seperti saat ini. Dan dalam fenomena Harbolnas, dapat dilihat jika kebudayaan memang mengendalikan sebuah dinamika. Kebudayaan berbelanja online yang hadir oleh kebutuhan manusia dan didukung oleh kemajuan zaman. Upaya antropologi memahami tingkah laku dengan memposisikan manusia sebagai homo-sapien yang menggunakan simbol pengetahuan budayanya dalam melakukan rasionalisasi, kontrol, kontestasi, dan kerjasama dalam aktivitas produksi, dan memanfaatkan sumberdaya ekonomi termasuk mewujudkan kebiasaan konsumsi dalam masyarakat (Hudayana, 2018) dapat dilihat dalam bagaimana antropologi memandang fenomena ini. Pengetahuan budaya yang berperan untuk melakukan kontrol dan kerjasama dalam proses produksi. Menjaga jalannya dinamika proses produksi tetap berada dalam garis.


Antropologi ekonomi tidak hanya menyimak tentang berbagai lembaga e-commerce dalam peraduan nasib ataupun menguasai sumber daya ekonomi. Terlebih itu, antropologi ekonomi juga menyimak mengenai bagaimana para pedagang, produsen, dan konsumen saling bertransaksi melalui peran dari keberadaan e-commerce ini. Dalam hal ini para antropolog akan menemukan berbagai rekayasa budaya dilihat dari nilai, simbol, serta kebiasaan dan kelakuan manusia untuk dimanfaatkan dalam melakukan transaksi ekonomi (Hudayana, 2018). Ekonomi Kultural sebagaimana tujuannya adalah untuk lebih peka dengan fenomena ekonomi yang terjadi dalam masyarakat telah memberikan pandangan-pandangan baru. Dalam fenomena Harbolnas terdapat rantai yang secara tidak sadar terhubung antar satu sama lain. Apa terjadi pada konsumen merupakan dampak dari dorongan sosial yang terjadi dalam masyarakat yang secara tidak sadar mengakibatkan timbulnya minat untuk melakukan hal yang sama.



Referensi

[1] Diakses melalui www.harbolnas.idea.or.id, pada tanggal 19 Desember 2019 pukul 17.13 WIB

[2] Anonim, “Apa Itu Harbolnas”, diakses melalui https://news.detik.com/adv-nhl-detikcom/d-3761615/apa-itu-harbolnas, pada tanggal 19 Desember 2019 pukul 17.13 WIB.

[3] Diakses melalui https://www.youtube.com/watch?v=jHpaQfr2NK0, pada tanggal 19 Desember 2019 pukul 23.13 WIB.

[4] Weslysibagariang, “Pengertian dan Perbedaan “Platform dan Sistem Operasi”, diakses melalui https://uniquesciences.wordpress.com/2012/10/04/pengertian-dan-perbedaan-platformdan-dan-sistem-operasi/, pada tanggal 20 Desember 2019 pukul 00.04 WIB.

[5] Larasati Andriani, “Mengenai Platform e-Commerce di Era Digital”, diakses melalui https://medium.com/@larasatisyifa/mengenal-platform-e-commerce-di-era-digital-6275d1ea0e78, pada tanggal 20 Desember 2019 pukul 00.07 WIB.

[6] Diakses melalui https://www.youtube.com/watch?v=30xv32zJswg, pada tanggal 19 Desember 2019 pukul 23.15 WIB.

Hudayana, B. (2018). Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Kepel Press.

Maulana, S. M., Susilo, H., & Riyadi. (2015). Implementasi E-commerce Sebagai Media Penjualan Online (Studi Kasus Pada Toko Pastbrik Kota Malang. Jurnal Administrasi Bisnis, 1-9.

153 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page