top of page
  • Black Instagram Icon

Gerakan Mahasiswa yang Damai

Updated: Oct 15, 2019


Tanti Harisa Qur'ani

18/424770/SA/19142







Nasionl Tempo.com


Melihat kondisi Indonesia saat ini yang sedang tidak baik karena berbagai aksi yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa seluruh universitas di Indonesia menolak revisi UU KPK dan RUU KUHP. Mahasiswa tegas menyuarakan tuntutannya, yakni pembatalan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Ribuan mahasiswa melakukan aksi demo di berbagai daerah salah satunya, aksi demo dilakukan oleh para mahasiswa Jogjakarta yang disebut dengan Gejayan Memanggil. Aksi Gejayan Memanggil ini digelar dua kali oleh para mahasiswa. Aksi pertama dilakukan pada tanggal 23 September 2019 dan aksi yang kedua dilakukan pada tanggal 30 September 2019.Hampir seluruh mahasiswa yang ada di Jogjakarta mengikuti aksi Gejayan Memanggil. Aksi Gejayan Memanggil yang pertama ini memiliki 3 titik kumpul, diantaranya di Bundaran UGM, Gerbang utama kampus Sanata Darma, dan pertigaan Revolusi UIN Jogjakarta.


Aksi Gejayan Memanggil diawali dengan berkumpul menjadi satu di Pertigaan Colombo, Gejayan. Dalam Aksi Gejayan Memanggil ini berlangsung dengan damai tanpa ada kekacauan dan kericuhan dari mahasiswa, bahkan aksi ini diawasi oleh pihak kepolisian. Sedangkan aksi Gejayan Memanggil yang kedua hanya memiliki 2 titik kumpul, yaitu di UIN dan di UGM. Saya terlibat dalam aksi Gejayan Memanggil yang pertama dan aksi ini merupakan pengalaman aksi demo pertama saya. Sayangnya, saya tidak mengikuti aksi gejayan memangil yang kedua. Saya melihat hal menarik dan membanggakan dalam aksi yang pertama itu, di sepanjang perjalanan yang dilewati oleh mahasiswa yang ikut aksi dari Bundaran UGM sampai ke Pertigaan Colombo Gejayan tidak menyisakan sampah di jalanan. Dalam aksi Gejayan Memanggil ini saya melihat perekonomian para pedagang yang ada di pinggir jalan laku habis dibeli oleh mahasiswa yang ikut aksi.


Setelah saya paparkan beberapa kalimat diatas mengenai aksi Gejayan Memanggil saya akan mengulas lebih dalam lagi mengenai: Tuntutan mahasiswa kepada DPR sehingga melangsungkan aksi Gejayan Memanggil. Aksi Gejayan Memanggil ini dilakukan dua kali oleh mahasiswa maka tuntutan yang dituntut dalam aksi yang pertama dan kedua juga berbeda namun tetap dengan masalah RKUHP tersebut.


Dibawah ini adalah tuntutan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam aksi Gejayan Memanggil yang pertama pada tanggal 23 September 2019. Tuntutan yang pertama, adalah mendesak adanya penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP. Kedua, mendesak pemerintah dan DPR untuk merivisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ketiga, menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elit-elit yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia. Keempat, menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja. Kelima, menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk penghianatan terhadap semangat reforma agraria. Keenam, mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ketujuh, mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor.


Selanjutnya ini adalah tuntutan aksi Gejayan Memanggil yang kedua yang dilakukan pada tanggal 30 September 2019: Pertama, hentikan segala bentuk represi dan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat. Kedua, tarik seluruh komponen militer, usut tuntas pelanggaran HAM, buka ruang demokrasi seluas-luasnya di Papua. Ketiga, mendesak pemerintah pusat untuk segera menanggulangi bencana dan menyelamatkan korban, tangkap dan adili pengusaha dan korporasi pembakar hutan, serta cabut HGU dan hentikan pemberian izin baru bagi perusahaan besar perkebunan. Keempat, mendesak presiden untuk menerbitkan Perpu terkait UU KPK. Kelima, mendesak presiden untuk menerbitkan Perpu terkait UU system Budidaya Pertanian Berkelanjutan. Keenam, mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ketujuh, merevisi pasal-pasal yang dianggap bermsalah dalam RKUHP dan meninjau ulang pasal-pasal tersebut dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil. Kedelapan, menolak RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, dan RUU Minerba. Kesembilan, tuntaskan pelanggaran HAM dan HAM berat serta adili penjahat HAM.


Semangat mahasiswa yang mengikuti aksi Gejayan Memanggil ini sangat luar biasa. Mahasiswa-mahasiswi rela berjalan di bawah terik matahari demi kepentingan rakyat. Sorakan dari mahasiswa terlihat dari semangat mereka dalam membela kepentingan rakyat. Meskipun matahari sangat terik mahasiswa tidak patah semangat untuk terus berjalan ke titik kumpul.

Mahasiswa aksi Gejayan Memanggil membantu perekonomian pedagang di pinggir jalan. Dalam aksi Gejayan Memanggil tersebut mahasiswa juga membantu perekonomian pedagang kaki lima yang ada di sepanjang jalan dari Bundaran UGM sampai pertigaan Colombo. Dengan adanya aksi Gejayan Memanggil ini membawa berkah tersendiri bagi pedagang, karena pada mulanya setiap hari para pedagang itu hanya dapat menjual air aqua kurang dari 1 kardus. Akibat dari aksi ini dilakukan, para pedagang itu dapat menjual air aqua sebanyak 3 sampai 4 kardus. Tidak hanya air minum yang laku terjual juga rokok dan gorengan. Karena melihat mahasiswa yang ikut aksi dibawah terik matahari dapat mengakibatkan kelaparan dan kehausan. Hal ini membuat mau tidak mau mahasiswa membeli jajan dan minuman di toko terdekat dengan barisan masing-masing. Karena jika keluar dari barisan, formasi rombongan aksi itu tidak terlihat rapi lagi.

Aksi Gejayan Memanggil pertama dan kedua merupakan aksi seruan aksi damai. Aksi ini tidak seperti aksi yang diluar daerah yang sampai disemprotkan gas air mata dan memakan banyak korban. Aksi ini juga merupakan aksi yang teratur, aksi yang rapi di jalanan.


Dalam kesimpulan ini saya selipkan kata-kata dari aksi Gejayan Memanggil yang kedua untuk kita mahasiswa dan rakyat Indonesia. Perjuangan kita belum selesai karena di Indonesia, represi dan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat terus terjadi.kebebasan berekspresi dan berpendapat terus dibatasi. Selain itu, RKUHP dan berbagai RUU bermasalah lainnya tak kunjung dicabut dan dikoreksi. Sementara RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang urgent untuk disahkan malah diabaikan. Tidak lupa kasus kebakaran lahan hutan belum juga diselesaikan, padahal ribuan masyarakat telah menjadi korban asap dan pelaku masih disembunyikan namanya.

 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


HitamPutih.jpg

Thanks for submitting!

Department of Anthropology

Faculty of Cultural Sciences

Universitas Gadjah Mada

  • Black Facebook Icon
  • Black Instagram Icon
  • Black Pinterest Icon
  • Black Twitter Icon

2019 The Human Stories

bottom of page