top of page
Search

Fransiska Prihadi: Lulusan Arsitektur yang Bergelut di Dunia Film Pendek

oleh Shemil Khairy Noor & Maghrisa Nur Pasha

source: whatsnewindonesia.com



Pada awalnya, sosok Fransiska Prihadi hanya bergerak sebagai penikmat film pendek dan belum tertarik untuk masuk ke dunia tersebut. Ia mulai menekuni hobinya sebagai penikmat film pendek setelah menjadi penonton di “Minikino Monthly Screening and Discussion” tahun 2007. Ketertarikannya dengan dunia film pendek mulai ia geluti dari dasar. Tidak ada paksaan sedikit pun dari orang sekitarnya terutama keluarga.

Saat awal ia menjadi sukarelawan di event Minikino, pekerjaan yang diberikan pun ya hanya seputar bagaimana seseorang biasanya menjadi sukarelawan pada acara tertentu saja. Seperti, ia harus bisa menyiapkan absensi, membuat laporan pemutaran film, hingga menjadi moderator diskusi.

Perempuan yang memiliki mobilitas tinggi ini akrab dipanggil dengan Cika, begitupula dengan kami yang jadinya memanggil dirinya dengan Mbak Cika –agar lebih sopan. Dalam kehidupan di luar Minikino, ia merupakan seorang ibu yang tangguh dan menyayangi keluarganya. Suaminya, yang merupakan salah satu orang penting juga di Minikino menjadi salah satu motivasinya untuk terus berkarir dan mengembangkan Minikino menjadi lebih baik. Walaupun gelar penting sedang ia lakoni, tapi ia tetap sederhana dan selalu loyal kepada orang disekitarnya. Ia pun pernah menetap untuk tinggal di beberapa kota di Indonesia, seperti Bandung, Jakarta, Kalimantan, Padang, dan juga Medan ini yang membuat kami kagum. Kegiatan yang ia lakukan secara terus-menerus dan tetap gigih hingga ia pun makin aktif dalam pengelolaan program workshop di Minikino tahun 2013 menjadi direktur program kompetisi film 1 menit dan workshop internasional untuk remaja dalam program My Life My Dreams.

Pembawaannya yang tenang dan mengayomi merupakan salah satu daya tarik beliau. Dengan berbicara santai nan ringan bersamanya merupakan hal menarik bagi kami karena kami diberikan banyak ilmu mengenai perfilman pendek di Indonesia. Dari ceritanya kami mengetahui bahwa Minikino merupakan salah satu organisasi festival film pendek dengan jaringan kerja internasional pertama di Indonesia yang hasil karyanya bisa terus konsisten sampai saat ini.

Mbak Cika sempat menjelaskan bahwa Minikino memiliki tiga festival film pendek, diantaranya, pertama, Monthly Screening & Discussion yang telah diselenggarakan sepanjang tahun sejak tahun 2002. Kedua, Open December yang selalu diselenggarakannya setiap bulan Desember tiap tahunnya sejak tahun 2003. Ketiga, adalah acara puncaknya, dimana acara bergengsi yaitu, Minikino Film Week, Bali International Short Film Festival yang mana para pembuat film pendek di seluruh dunia berlomba-lomba untuk mengikuti festival ini setiap tahunnya sejak tahun 2015.

Dari hasil Screening & Diskusi Bulanan Minikino telah memberikan kesempatan pada para pembuat film untuk memberi dampak lebih luas pada khalayak umum. Minikino juga bekerja dengan festival film baik di dalam dan luar Indonesia dengan merancang program khusus film pendek internasional atau Indonesia, memberikan penonton mereka kesempatan untuk melihat dan membahas film yang mungkin tidak bisa mereka saksikan di kesempatan lain. Minikino juga telah menerbitkan dan mendistribusikan beberapa pilihan film pendek dalam bentuk elektronik, dan mengorganisir lokakarya yang berhubungan dengan film.

Selain itu, Mbak Cika dan Minikino pun membagi dua gerakan tahunan berjejaring kerja yaitu Indonesia Raja, dimana penyumbang film-film pendek berasal dan disortir dari seluruh Indonesia, yakni hasil karya negeri sendiri. Sedangkan yang satu lagi ialah S-Express yang bergerak di ranah Asia Tenggara.

Karena daya tarik kami dalam mendengarkan kisah hidupnya dan juga Minikino, kami pun semakin tertarik untuk mengulik pemutaran film dan kegiatan-kegiatan lainnya. Kebetulan juga pada saat itu kami sedang mendatangi Main Event SEA Movie 2019 yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Asia Tenggara di IFI-LIB Sagan. Sembari nyambi nonton film pendek, jikapun mbak Cika ada waktu senggang kami ikut nimbrung tenggelam dalam cerita beliau.

Dari penjelasan mbak Cika mengenai Minikino dan perfilman pendek, kami pun memahami bahwa Minikino merupakan perantara antara pembuat film pendek dan penikmat film pendek. Konsistensi Minikino yang hingga saat ini terus mereka pegang ialah mereka hanya fokus kepada film pendek. Mereka sengaja tidak ingin film layar lebar berada dalam Minikino karena menurut mbak Cika nantinya itu akan menghilangkan esensi dari film pendek dan maksud cerita yang ingin disampaikan. Orang yang membuat film berdurasi lebih dari film pendek terkadang tidak menyadari format cerita apa yang sedang mereka kegunakan dan menjadi kehilangan esensi budaya dari film pendek tersebut. Oleh karena itu Minikino fokus pada menciptakan budaya film pendek di Indonesia, dengan mengadakan pemutaran dan diskusi rutin film pendek internasional pilihan. Kegiatan pemutaran dan diskusi film-film pendek tersebut dihadiri oleh para pembuat film, dengan berbagai cara yang mungkin dilakukan, termasuk chatting secara online antar benua yang dilakukan langsung setelah pemutaran film. Ia percaya bahwa sebuah budaya hanya dapat eksis dan berkembang dengan adanya pertukaran, bukan hanya diisolasi.

Ia tidak menutup-nutupi jikalau ditanya soal apa yang ia lakukan di Minikino. Ia pun menjelaskan kepada kami bahwa setiap acara Minikino Film Week banyak sukarelawan yang bela-bela datang ke Bali, di luar pulau Bali terutama, untuk membantu terselenggaranya acara tersebut. Sangat totalitas. Selama kurang lebih dua minggu mereka membantu Minikino menyukseskan acara tersebut. Tentu saja acara ini mendapatkan fee, namun tidak sebesar Artjog.

Bagi seorang lulusan Antropologi ataupun mahasiswa Antropologi semester akhir, juga bisa bekerja part time atau full time disana. Ya walaupun mayoritas mahasiswa yang minat banyak lulusan perfilman atau komu nikasi. Tapi hal ini tidak menjadi penghalang bagi siapa pun untuk ikut bergabung di Minikino. Mbak Cika bilang bahwa kita bisa menjadi copywriter, content, atau apa pun yang kita inginkan. Dan kebetulan kantornya berada di Bali, jadi bisa sekalian liburan disela-sela bekerja deh~

Masyarakat yang tinggal di utara Bali kesusahan untuk mengakses bioskop-bioskop atau sinema. Kebanyakan bioskop berada di daerah selatan, yang letaknya jauh dari peradaban manusia. Selain itu, biaya yang dibutuhkan lebih mahal sekita 50 ribu sampai 100 ribuan –sama kayak di Jakarta. Mbak Cika mengatakan bahwa kemungkinan hal ini yang mengakibatkan bioskop di Bali jauh lebih sepi daripada di Yogyakarta atau di kota-kota lainnya, selain Jakarta.

Saking cintanya dengan dunia perfilman pendek, Mbak Cika bercerita bahwa ia baru mendirikan Hotel miliknya pribadi dengan keunggulan di hotel tersebut pengunjung bisa menikmati screening film pendek secara gratis dan nyaman. Model hotelnya pun Capsul Hotel, sebagaimana hotel ini untuk para backpacker yang ingin melancong di Bali. Suatu saat, ketika film Kucumbu Tubuh Indahku sudah diturunkan dari Layar Kaca Perfilman Indonesia, dan sudah beberapa bulan tidak tayang, mbak Cika memutarkan film itu di hotelnya. Pengunjung yang datang hilir-mudik selama seminggu memenuhi ruangan screening itu, dan seringnya ada beberapa pengunjung yang tidak kebagian tempat duduk dan duduk di lantai.

Film Kucumbu Tubuh Indahku yang disutradarai dan ditulis langsung oleh Garin Nugroho ini mendapatkan apresiasi yang sangat besar dimanapun ia berada. Mbak Cika bilang, dilain sisi karena karyanya yang bagus, bahwa karya Garin yang awalnya sempat kontroversi akibat penarikan oleh beberapa daerah ini membuat banyak masyarakat Indonesia semakin penasaran, dan akhirnya hal ini menggaet pasar perfilman Indonesia.

59 views0 comments

Recent Posts

See All

Obi: Volunteering Adalah Momentum Pengembangan Diri

(Oleh Haerunnisa dan Nanda Sazkya) Tergabung menjadi seorang volunteer atau relawan adalah sebuah hal yang sering kali dan umum dilakukan. Membantu dengan sukarela, meluangkan waktu dan kemampuan sert

MEMAHAMI SITUASI PINGGIRAN LEWAT PERAN FISIK MANUSIA

Oleh Gabriel Dania Rekalino Kandolia Ajang pameran seni rupa Biennale Jogja XV 2019 dilaksanakan secara tersebar di beberapa lokasi di Yogyakarta pada 20 Oktober-30 November 2019. Tahun ini, Biennale

bottom of page