Fenomena Guyonan dalam Huru-Hara Aksi Demonstrasi Mahasiswa
- Absherina Olivia Agatha
- Oct 4, 2019
- 4 min read
Updated: Oct 14, 2019

Penghujung September tahun 2019, agaknya mencetak sejarah baru bagi Indonesia lewat aksi demonstrasi masal yang dilakukan oleh para mahasiswa dari dan di berbagai wilayah Indonesia, seperti “Gejayan Memanggil” di Yogyakarta, “Bengawan Melawan!” di Surakarta, “Surabaya Menggugat” di di Surabaya, dan aksi demonstrasi gabungan seluruh mahasiswa antar daerah di depan gedung DPR.
Aksi tersebut di setiap daerahnya hadir dalam berbagai bentuk, seperti aksi damai, long march, aksi diskusi (dengan sesama mahasiswa, akademisi, hingga dengan aparatur terkait), hingga aksi ‘menganggu’ ruang publik sebagai representasi negara yang sedang tidak baik-baik saja dan juga sebagai upaya menarik perhatian media dan pemerintah agar mendengar dan merespon aspirasi yang disampaikan lewat aksi tersebut.
Namun kendati dilakukan dengan bentuk dan suasana yang berbeda-beda, tema dan isu yang diusung sebagai konteks berbagai aksi tersebut adalah sama, yaitu terkait penolakan beberapa RUU dan kebijakan DPR yang kontroversial, pendesakkan untuk segera mengesahkan RUU P-KS, masalah kebakaran hutan, dan juga terkait masalah penindasan Papua.
Dalam huru-hara aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut, cukup banyak guyonan dalam berbagai bentuk yang muncul di tengah-tengah aksi demonstrasi, seperti spanduk-spanduk dengan kalimat-kalimat nyeleneh dan lucu, thread, meme, atau beberapa guyonan yang muncul sebagai konten shitposting (candaan yang kontennya mirip dengan meme tetapi lebih kasar, getir, dan kadang tidak masuk akal). Fenomena tersebut, tidak terlepas dari trend yang tengan beredar dalam masyarakat akhir-akhir ini, yaitu menjadikan sesutau yang viral atau bahkan memviralkan sesuatu lewat guyonan-guyonan yang kemudian di sebarkan di internet lewat berbagai media.

Berbagai guyonan tadi, ada yang muncul secara langsung dalam aksi demonstran dalam bentuk-bentuk spanduk dengan kalimat-kalimat yang lucu dan terkesan nyeleneh, atau juga spanduk yang berupa hasil cetak dari meme atau candaan-candaan berupa gambar lainnya –yang tentu saja dibuat dan dibawa secara langsung oleh oknum-oknum yang ikut serta dalam aksi demonstrasi di jalanan. Selain itu, guyonan-guyonan berupa meme dan shitposting –atau bahkan foto atau capture dari spanduk-spanduk lucu tadi –yang banyak juga beredar di internet lewat sosial media, dan diciptakan oleh berbagai oknum dan kalangan yang belum tentu juga hadir dan turun dalam aksi demonstrasi mahasiswa.
Konten dan konteks yang muncul dalam guyonan yang hadir di tengah huru-hara aksi demonstasi mahasiwa tersebut memang bermacam-macam, mulai dari yang hanya berupa kata-kata sederhana dan sebenarnya menyimpang dari konteks seperti “pengen es teh c*k” atau ”jual jasa skripsi”, hingga yang bersifat sarkasme seperti “hubungan ambyar karena LDR, negara ambyar karena DPR”.


Dari beragam konten dan konteks gunonan-guyonan yang hadir tadi, berbagai guyonan yang muncul dalam huru-hara aksi demosntrasi mahasiswa tersebut kemudian masing-masing hadir dengan membawa suasana dan maksud yang berbeda-beda. Ada yang memang hanya hadir memecah suasana sehingga aksi demonstrasi tidak menjadi tegang dan terkesan santai, dan ada juga yang memang sengaja hadir sebagai media aspirasi dalam aksi tersebut, khususnya guyonan-guyonan yang bersifat sarkas dan mengandung konten-konten yang mengejek atau menjelekkan sasaran aksi –yang mana sebenarnya juga membuat kesan aksi demonstrasi tadi tidak terkesan kaku dan ‘panas’ karena aspirasi dalam aksi juga disampaikan lewat media yang sifatnya lucu dan mengundang tawa.
Selain mencairkan suasana dan juga menjadi sarana hiburan dalam huru-hara aksi demonstrasi, fenomena guyonan-guyonan tadi secara sadar atau tidak juga telah menggusur dan cukup membantu dalam menutupi berita-berita atau konten-konten hoax yang mencoba masuk kedalam huru-hara aksi dan memprovokasi aksi ke arah yang tidak benar, walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa berita dan koten hoax yang mencoba memprovokasi aksi sempat lolos dan ikut viral bersamaan dengan aksi demonstrasi mahasiswa kemarin, seperti isu hoax berupa demonstrasi mahasiswa yang yang bertujuan untuk menurunkan presiden misalnya.

Namun, kendati banyak mendapat respon positif dan dapat dibilang berhasil memecah suasana demonstrasi yang biasanya terkesan kaku dan ricuh, berapa guyonan dari fenomena guyonan yang ramai dalam aksi demonstrasi mahasiswa kemarin juga mengundang beberapa respon negatif, khususnya dari beberapa guyonan dengan kata-kata atau kalimat yang dianggap tidak senonoh atau ‘jorok’, atau guyonan yang berisi kata-kata kasar, umpatan, atau makian.
Guyonan-guyonan dengan konten-konten tersebut dianggap tidak sepantasnya hadir dan dipertontonkan dalam ruang publik, terlebih dibawakan oleh mahasiswa yang diangap sebagai kaum intelek dan garda terdepan generasi penerus bangsa. Beberapa guyonan dengan konten seksual yang diangap tabu juga beberapa kali diperdebatkan dan menjadi masalah baru di luar aksi demo, karena diangap sebagai lambang bahwa generasi muda kita mendukung perzinahan dan pergaulan bebas.
Dari situ kemudian saya lihat, bahwa guyonan-guyonan tadi tidak semuanya kemudian menjadi bahan tertawaan dan pemecah suasana, lantaran memang beberapa mungkin hadir tidak pada tempatnya atau memang mangandung unsur yang dianggap melanggar norma dan etika dalam ruang publik. Juga tidak semua orang dapat mengerti atau pun menerima guyonan-guyonan yang hadir tadi sebagai suatu candaan atau konten yang lucu, khususnya guyonan-guyonan dengan konteks dan konten yang kasar, bersinggungan dengan hal-hal tabu, getir, dan juga bersifat satir.
Pada akhirnya, saya rasa guyonan-guyonan yang muncul dalam huru-hara kasi demonstrasi mahasiswa kemarin, eksistensi dan esensinya kembali lagi kepada tangan publik dan penikmatnya. Pengaruhnya dalam aksi demonstrasi kemarin, baik dan buruknya kemudian kembali kepada opini dan pandangan masing-masing, yang kemudian tanggapan dan pemanfaatannya juga kembali kepada masing-masing individu yang menanggapi guyonan-guyonan tersebut.
Bagi yang merasa terhibur, guyonan-guyonan tadi mungkin dapat diartikan sebagai pemecah suasana dan kemudian dapat dimanfaatkan sebagai media dalam membuat citra aksi demonstrasi yang bersahabat dan ‘santai’, atau bahkan mungkin lebih baiknya lagi dapat dimanfattkan dalam menghindari kricuhan lantaran citra baru yang dibuat tadi. Kemudian, mungkin bagi yang buka penikmatnya dan memiliki pandangan berbeda –yang mungkin negatif –guyonan tadi malah bisa jadi memperburuk citra aksi demonstrasi dan pelakunya dan buruknya malah dijadikan sebagai bahan provokasi pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Sumber foto: twitter, Instagram, dan facebook (diunggah oleh pihak pertama maupun telah di repost oleh pihak lain, dan diedit (crop) kembali untuk kepentingan konten)
Comments