top of page
Search

Biennale Yogyakarta, Menyajikan Estetika Sajakah?

Updated: Dec 26, 2019


Oleh : Adnani Bunga Shakuntala dan Deva Bahtiar Putri


Berdasarkan KBBI, pameran adalah pertunjukan hasil karya seni dan hasil produksi. Pada tahun ini Biennale Jogja kembali hadir dengan mengusung tema “Do We Live in the Same Playground?” serta mempertemukan kita dengan seni dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Ini adalah pertama kalinya kami mendengar dan melihat pameran yang diadakan oleh Biennale Jogja. Biennale Jogja sendiri adalah salah satu acuan utama dalam meninjau perkembangan seni rupa Indonesia. Biennale pertama kali pada 1988 di Yogyakarta, dan kini Biennale Jogja masih saja dilakukan. Kali ini bertajuk Biennale Jogja XV Equator 5: Indonesia Bersama Asia Tenggara, setelah sebelumnya pada Equator 4 memiliki tema Age of Hope: Indonesia meets Brazil.

Biennale kali ini melibatkan para seniman dalam persoalan-persoalan pinggiran di Asia Tenggara mengenai persoalan seperti ras, gender, agama, konflik sosial dan politik, buruh, sampai lingkungan. Ulasan kami mengulik mengenai estetika dalam karya-karya seni Biennale yang ada di Jogja National Museum, seni selalu disangkut-pautkan dengan keindahan atau estetika. Lalu apakah para seniman di sini selalu memasukkan unsur keindahan dalam setiap karya mereka?

Sebagaimana yang dapat kami amati, pameran kali ini menyuguhkan karya-karya yang unik dan menarik. Ada beberapa ruang yang diincar pengunjung untuk berfoto-foto dan ada juga ruang yang menurut kami kurang menarik. Menempatkan kami sebagai pengunjung pameran, terus terang ada beberapa ruang yang di dalamnya terdapat karya seni yang terkesan seram dan tidak nyaman, misalnya di dalam ruangan gelap, ruangan yang memancarkan lampu kerlap-kerlip yang membuat mata kami agak kabur, ruangan yang memiliki bau menyengat, dan ruangan yang mengusung unsur-unsur mistis.

Di samping itu, menurut kami penataan karya seni yang monoton kadang tidak mendapat lirikan dari pengunjung yang tidak menaruh minat pada karya seni (bukan orang seni). Pengunjung biasa akan lebih tertarik pada karya seni dengan penataan yang “tidak biasa” atau kata lain, instagramable (foto tempat yang estetik yang diunggah di platform instagram). Karya-karya yang dipamerkan pun tidaklah hanya benda, namun juga video. Berdasarkan pengalaman kami, pengunjung biasa hanya akan berfoto dengan layar video yang dikeluarkan oleh LCD, untuk mendapatkan foto yang estetika.

Pengunjung jarang untuk duduk dan menyaksikan video tersebut dari awal hingga akhir. Salah satu alasan lainnya pengunjung tidak dapat menyaksikan video dari awal hingga akhir adalah durasi video yang terlalu lama, salah satu video memiliki durasi 10 menit. Di samping itu juga, beberapa pengunjung tidak menangkap maksud pembuat video tersebut dari tayangan video. Beberapa pengunjung terlalu malas atau tidak melihat ada penjelasan di kertas kecil di samping pintu masuk teater kecil tersebut.

Salah satu ruangan yang menarik adalah ruangan yang berada di lantai 3, sebuah ruangan berisi gambar-gambar pemandangan gunung, sawah, air terjun, dan lainnya yang di re-touch dan tidak di tata instagramable. Re-touch itu tidak biasa, karena seniman tersebut menambahkan makhluk-makhluk halus atau wayangan di gambar tersebut. Gambar tersebut tidak terlalu banyak memberikan kesan mistis meskipun terdapat gambar-gambar makhluk halus, seperti tuyul, genderuwo, kuntilanak, dan buta.

Pelukis juga memberikan gambar asli yang dibingkai kecil untuk membandingkan antara sebelum dan sesudah ia menggambar. Beberapa pengunjung benar-benar memperhatikan gambaran-gambaran yang terpasang di dinding-dinding ruangan itu. Dibandingkan pada lukisan yang dipasang di tempat lain di Biennale Jogja National Museum. Karena hanya terdapat sekitar (kurang lebih) 6 lukisan, pengunjung hanya melihatnya dalam sekejap. Melihat ini, kami menarik kesimpulan bahwa masyarakat masih tertarik pada sesuatu yang menyerempet pada hal-hal mistis.



7 views0 comments

Recent Posts

See All

Obi: Volunteering Adalah Momentum Pengembangan Diri

(Oleh Haerunnisa dan Nanda Sazkya) Tergabung menjadi seorang volunteer atau relawan adalah sebuah hal yang sering kali dan umum dilakukan. Membantu dengan sukarela, meluangkan waktu dan kemampuan sert

MEMAHAMI SITUASI PINGGIRAN LEWAT PERAN FISIK MANUSIA

Oleh Gabriel Dania Rekalino Kandolia Ajang pameran seni rupa Biennale Jogja XV 2019 dilaksanakan secara tersebar di beberapa lokasi di Yogyakarta pada 20 Oktober-30 November 2019. Tahun ini, Biennale

bottom of page