Badan Pengawas DPR
- Andhika Miftakhul Huda
- Oct 4, 2019
- 4 min read
Updated: Oct 14, 2019
Jelas kalau kami marah
Kamu dipercaya susah
Pantas kalau kami resah
Sebab argumenmu payah
(lirik: “Mosi Tidak Percaya”, Efek Rumah Kaca)
It is long way to go
Pengesahan revisi undang-undang tentang KPK yang dirancang oleh DPR menggegerkan publik. Pasalnya dalam proses pengesahan ini, pembahasan dilakukan secara cepat dan tanpa melibakan aspirasi publik termasuk KPK. Laode M. Syarif, salah satu Komisioner KPK, menyebut bahwa KPK tidak pernah dilibatkan dalam pembentukan revisi undang-undang ini (Mata Najwa: Kiamat Pemberantasan Korupsi). Laode turut menyebutkan bahwa KPK sendiri telah mengajukan banding untuk turut memberikan aspirasi kepada Komisi III DPR dan beberapa lembaga pemerintah lainnya, bahkan kepada Presiden, akan tetapi tidak mendapat respon baik atas hal itu. Dalam penuturan Laode, Menteri Hukum dan HAM bahkan menyebut aspirasi yang dibutuhkan untuk hal tersebut sudah cukup.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, dalam kesempatan lain terkait pembahasan revisi undang-undang KPK mengatakan bahwa “it is a long way to go” artinya pembahasan ini telah dibahas sejak lama. Pernyataan ini didukung oleh para punggawa DPR yang menyebutkan bahwa pembahasan tersebut telah dimulai sejak 2012. Sosialisasi pun dikatakan telah dilakukan ke berbagai kampus atas rancangan terkait revisi undang-undang KPK pada 2017 silam. Walaupun begitu, nyatanya masih banyak sivitas akademika yang melakukan protes terkait revisi undang-undang KPK.
Fahri Hamzah sebagai salah satu tokoh yang paling menonjol dalam pandangan saya, mengungkapkan bahwa kinerja KPK selama ini tidaklah tuntas, masih banyak koruptor setiap periodenya yang ditangkap oleh KPK. Pandangan tersebut tentunya membawa KPK tidak hanya sebagai badan pemberantasan korupsi, akan tetapi badan pencegahan korupsi. Fahri secara tegas menyebutkan bahwa upaya yang dilakukannya ini merupakan arah baru dalam memberantas korupsi. Dalam beberapa kesempatan bahkan ia menyebut dirinya dapat memberantas korupsi hanya dalam waktu satu tahun, jika dirinya menjadi Presiden.
Saya ingin mengarah pada pembahasan substantivis terlebih dahulu, dimana kinerja KPK menurut DPR selama ini tidaklah tuntas. Fahri Hamzah selaku mantan Wakil Ketua DPR menyebutkan bahwa pandangan masyarakat terhadap KPK salah, masyarakat,dalam pandangan dia, menganggap KPK itu layaknya pahlawan super yang patut diapresiasi jika berhasil menangani kasus korupsi. Fahri menyebutkan jika KPK memang menjalankan tugasnya dengan baik, seharusnya tidak terjadi kasus korupsi lagi selama lebih dari lima belas tahun. Pandangan ini kemudian membawa pada revisi undang-undang KPK yang mengharuskan KPK memiliki Badan Pengawas KPK. Substansi ini kemudian dinilai buruk oleh banyak orang, mengingat Badan Pengawas KPK memiliki prinsip pro-justitia yang menyebabkan KPK tidak lagi menjadi lembaga independen.
KPK dalam melakukan penyidikan haruslah memperoleh izin terlebih dahulu yang didapat dari Badan Pengawas KPK, sehingga kerja KPK tidak lagi murni. Selain itu badan ini juga dapat melakukan evaluasi atas kinerja KPK. Laode M. Syarif menyebutkan dalam internal KPK sebenarnya sudah ada bagian yang melakukan kerja tersebut sehingga pembentukan Badan Pengawas KPK dinilai sebagai langkah melemahkan KPK. Donal Fariz yang merupakan bagian dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa revisi undang-undang KPK tergesa-gesa karena memberatkan ‘kepentingan’ DPR. Beberapa ahli mengkritik substansi ini dengan logika bahwa tidak ada yang dapat mengevaluasi pikiran selain pikiran itu sendiri. KPK disini adalah pihak yang memegang kendali atas pemberantasan korupsi atau yang mengawasi segala aktivitas korupsi, jika dia memiliki badan pengawas tersendiri untuk dirinya, maka badan pengawas tersebut haruslah memiliki badan pengawas lagi dan badan pengawasnya badan pengawas KPK harus memiliki badan pengawas lagi dan seterusnya tanpa ujung. KPK dalam taraf ini juga masih menerima segala kritikan dan saran yang diterima dari DPR, sehingga masukan dari pihak luar tetap diterima.
Badan Pengawas DPR
Saat ini rasa-rasanya pandangan masyarakat Indonesia terfokus dalam dua kubu yaitu: pro-DPR yang ingin melemahkan KPK atau kontra-DPR yang ingin menguatkan KPK. Tentunya pandangan tersebut terlepas dari substansi yang terus dijelaskan oleh para anggota DPR. Sudjiwo Tedjo dalam salah satu tweet nya mengatakan, rakyat tidak akan mendengar apapun yang dikatakan oleh DPR karena rakyat sudah tidak percaya. Langkah DPR dalam pengesahan revisi undang-undang KPK banyak dicurigai oleh berbagai ahli, apalagi oleh masyarakat banyak. Bagaimana tidak, pasalnya sebanyak dua puluh tiga anggota DPR periode 2014-2019 terbukti korupsi, kasus paling fenomenal adalah kasus korupsi e-KTP yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto. Bagaimanapun juga DPR sendiri yang membawa diri mereka kedalam permasalahan, walaupun seluruh anggota DPR terus mengelak atas tuduhan itu.
Lantas terbersitlah pertanyaan di benak kita, ‘apakah DPR mewakili suara rakyat?’. Gejolak masa yang terjadi pada akhir September lalu seakan memberikan jawaban tegas atas hal itu. Gerakan mahasiswa yang terjadi di berbagai daerah menuntut Presiden untuk menerbitkan Perpu atas revisi undang-undang KPK. Namun Presiden belum mau menerbitkan Perpu untuk menarik revisi yang telah disahkan dan menambah kekecewaan di hati masyarakat. Padahal Presiden Joko Widodo berjanji untuk memperkuat KPK dalam pelaksanaan pemberantasan korupsi, bukan membentuk Badan Pengawas KPK yang banyak dinilai melemahkan. Kalau sudah begini, kepada siapa rakyat harus percaya. Saya rasa rakyat sudah cerdas, hanya saja komunikasi yang dibangun oleh para pemimpin kita tidak sempurna.
Sejauh ini kita percaya bahwa proses perancangan revisi undang-undang KPK sudah terjadi sejak lama, “it is a long way to go”. Selama itu pula korupsi terus menjangkiti para anggota DPR. Langkah DPR dalam menentukan arah baru pemberantasan korupsi tidak disertai dengan pembenahan internal DPR, selalu ada celah bagi mereka untuk melakukan korupsi. Tidak dapat dihindari begitu saja jika lantas timbul kecurigaan di dalam masyarakat. Masih banyak anggota DPR yang tidur saat siding berlangsung, atau titip absen seperti anak kuliahan. Lantas, apakah mereka mewakili rakyat? Apakah mereka telah bekerja dengan baik? apakah lantas kita harus mengubah sistem DPR? Atau haruskah kita membentuk Badan Pengawas DPR?

(sumber poto: merdeka.com )
Comments