top of page
Search

Anang Batas: Menuju Tak Terbatas dan Melampauinya

Updated: Dec 26, 2019

Source : @anang_batas

Biografi Anang Batas

Anang Dwi Yatmoko, nama yang memang terdengar asing di telinga para penikmat guyonan atau humor di Yogyakarta. Namun, siapa sangka Anang Dwi Yatmoko adalah nama dari seorang Anang Batas. Pria yang lahir 50 tahun 7 bulan yang lalu atau tepatnya pada 12 Mei 1969 di Klaten merupakan seorang pelawak sekaligus MC kondang di Yogyakarta. Selain sebagai seorang pelawak dan MC kondang, Anang Batas juga menjadi seorang suami dari Endang Erdiana sejak tahun 1998. Pernikahan yang telah berjalan selama 21 tahun itu menjadikan Anang Batas sebagai seorang ayah dari tiga orang anaknya, yaitu Ananya Laoctadufa Arneti, Raditya Septa Kirana, dan Danendra Nala Reswara.
Sebelum menjadi pelawak yang memiliki julukan sebagai “Raja Plesetan” sekaligus MC kondang, ia pernah melewati banyak fase dalam hidupnya. Sejak kecil Anang Batas menggeluti dunia seni tari hingga suatu ketika ia pernah becita-cita ingin menjadi manongan “Ketika itu belum bisa mengatakan anoman. Jadi ngomongnya manongan.” Pun ketika duduk di bangku Sekolah Dasar di SD Kebondalem Kidul 1 Prambanan, ia berkesempatan untuk menjadi seorang penari dalam pentas Ramayana di panggung Kompleks Candi Prambanan. Kegemarannya tersebut ia lakoni hingga duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Bogem Kalasan. Tamat dari SMP N Bogem Kalasan, ia melanjutkan sekolah di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Di sekolah ini, Anang Batas mulai merambah ke dunia akting dengan mengikuti kegiatan teater, baik sebagai ilustrator maupun aktor.
Memasuki dunia perkuliahan, jiwa seni yang sempat meredup kembali tertantang. Berawal dari sebuah keisengan, Anang batas beserta teman-temannya membentuk sebuah grup musik yang sekadar dipakai untuk bersenang-senang saja. Ketika itu grup musik yang telah terbentuk belum memiliki nama. Lalu, usai manggung di Cibubur, grup musik memiliki nama, yaitu Sastro Gambir. Nama Sastro Gambir dipilih karena saat perjalanan pulang usai pentas atau manggung, mereka memainkan alat musik sambil menunggu kedatangan kereta di Stasiun Gambir, Jakarta. Tanpa disangka petugas stasiun menyediakan tempat untuk mereka ngeband. Permainan musik mereka mengundang perhatian para penumpang lain yang sedang menunggu kereta. Tak lama kemudian, Sastro Gambir berganti nama menjadi Sastro Moeni ketika Anang Batas membuka stand di acara Gama Fair tahun 1988 dengan nama Sastro Warung.
Kecintaannya akan dunia seni, membuat Anang Batas lebih menekuninya dibandingkan menekuni dunia akademis. Berangkat dari hal tersebut, ia mengubah lintasan hidupnya untuk menjadi seorang pelawak dan MC. Pun ketika ia memilih jurusan Antropologi, Fakultas Sastra, UGM, ia turut berkontribusi dalam kesuksesan acara Wayang Antro. Ia memulai karier sebagai seorang MC karena ajakan seorang temannya, yaitu Bambang Gundul. Sejak saat itu, jiwa sebagai seorang MC terpatri dalam hidupnya. Dalam hal ini, ia menggunakan Antropologi sebagai modal interaksi dan observasi. Ia tak pernah membeda-bedakan dengan siapa dirinya bekerja. Pemikirannya selalu terbuka untuk sebuah keberagaman. Baginya, setiap orang layak dan pantas untuk dihibur. Hingga suatu ketika, Anang Batas mengisi acara di sebuah diskotek hingga lokalisasi yang mana tempat- tempat tersebut belum pernah didatangi sebelumnya. Di situlah gunanya belajar Antropologi, ungkapnya.
“Kuliah Antropologi mau jadi apa? Kerjanya apa?” Pertanyaan-pertanyaan klasik yang selalu menghampiri mahasiswa Antropologi. Namun, pertanyaan-pertanyaan tersebut berhasil dijawab apik oleh Anang Batas, “Tidak usah khawatir, lulusan Antropologi mau jadi apa? Mau kerja apa? Antropologi bisa kerja apa saja, bisa jadi apa saja. Semua tergantung pada diri masing-masing. Mau jadi apa, kita lah yang menentukan. Pun yang namanya belajar itu bisa di mana saja, tidak harus di kelas. Terlebih kita kuliah di jurusan Antropologi,” pungkasnya santai. Hal tersebut diakui karena saat kuliah ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan menggeluti seni dan mengikuti kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam.
Sebagai manusia biasa, Anang mengetahui akan kekurangan yang dimilikinya. Namun, ia mampu memodifikasinya dan menaklukannya dengan cerdas, “Meskipun saya sudah menjadi MC kondang dan sudah seriing tampil di depan publik, yang namanya grogi pasti selalu ada. Kembali pada diri masing-masing, kita harus mampu menaklukan itu,” ucapnya sambil diiringi candaan. Dalam perjalanan kariernya, Anang Batas turut berpartisipasi untuk mencipta dan membangun ruang-ruang berkarya, seperti Sastro Moeni, Wayang Antro, Trio A: SELOso SELO, pun studio musik miliknya. Studio musik tersebut memiliki nama “Batas” yang terletak di daerah perbatasan Kota Yogyakarta. Kemudian studio musik tersebut pindah lokasi ke Jalan Alamanda, Gejayan. Pada akhirnya, kata “Batas” melekat pada namanya yang hingga saat ini menjadi nama panggungnya, Anang Batas. Hal tersebut juga menjadikan nama Anang tidak lagi pasaran di telinga masyarakat, khususnya Yogyakarta. Melalui SELOsoSELO Anang Batas ingin masyarakat Yogyakarta memahami betul konsep “Jogja Berhati Nyaman” yang menjadi semboyan dari Kota Yogyakarta.

Sumber gambar : Instagram @anang_batas

481 views0 comments

Recent Posts

See All

Obi: Volunteering Adalah Momentum Pengembangan Diri

(Oleh Haerunnisa dan Nanda Sazkya) Tergabung menjadi seorang volunteer atau relawan adalah sebuah hal yang sering kali dan umum dilakukan. Membantu dengan sukarela, meluangkan waktu dan kemampuan sert

MEMAHAMI SITUASI PINGGIRAN LEWAT PERAN FISIK MANUSIA

Oleh Gabriel Dania Rekalino Kandolia Ajang pameran seni rupa Biennale Jogja XV 2019 dilaksanakan secara tersebar di beberapa lokasi di Yogyakarta pada 20 Oktober-30 November 2019. Tahun ini, Biennale

bottom of page